Contact Me

Feel free to discuss @ivan_arista


Thursday 19 February 2009

KUE MANA YANG ANDA PILIH, YANG RASANYA ENAK ATAU YANG BUNGKUSNYA MENARIK?

Kue mana yang anda pilih, yang rasanya enak atau yang bungkusnya menarik?

Pertanyaan yang konyol jika dibilang konyol, namun pertanyaan yang bermakna jika dianggap bermakna. Apapun jawaban anda, kali ini saya tidak akan mempermasalahkannya karena saya hanya ingin mengangkatnya sebagai sebuah pengantar untuk membawa kita ke beberapa contoh nyata yang terjadi di kehidupan kita, yang tanpa kita sadari juga memberikan pertentangan dalam perilaku kita.

Beberapa tahun yang lalu, terjadi peristiwa kurang menyenangkan di Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra. Akreditasi A yang berhasil dicapai oleh jurusan ini dan menjadi kebanggaan selama bertahun-tahun akhirnya gagal dipertahankan dan kita harus puas dengan hasil akreditasi B. Terlepas dari segala upaya untuk mengembalikan akreditasi jurusan kembali ke nilai A, saya merasa tertarik dengan salah satu penyebab gagalnya nilai akreditasi tersebut dipertahankan, yaitu karena ada tim penilai akreditasi yang menemukan adanya mahasiswa lulusan Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra yang tidak mampu membuat OPC dengan benar. Kesimpulan ini diperoleh karena adanya laporan Tugas Akhir yang berisikan OPC dengan format yang salah. Yang menjadi pertanyaan besar buat saya adalah, ”Apakah memang format setiap laporan mempengaruhi kriteria penilaian?”. Bukan urusan saya untuk bertanya maupun menjawab, namun menurut saya, memahami makna dan kegunaan dari OPC adalah jauh lebih penting dibandingkan dengan format tampilan yang dapat diperindah dengan mudah. Apabila pendapat saya salah, berarti tampilan memang jauh lebih penting dibandingkan dengan isi dan makna yang sebenarnya. Tidak perlu membuat sesuatu yang berbobot, asalkan sedap dipandang mata, maka segalanya akan menjadi baik.

Yah, semoga itu bukan yang terjadi. Mendengar kenyataan dari rapat asisten Perancangan Sistem Industri yang mana dosen koordinator lebih mementingkan format notulen rapat yang rapi dan benar dibandingkan dengan kualitas materi yang diperbincangkan dari rapat asisten itu sendiri dan beliau hanya melakukan koreksi pada notulen akhir rapat tanpa menghadiri jalannya rapat secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa memang tampilan luar jauh lebih penting daripada makna yang dikandung sebenarnya. Pada kegiatan rapat tersebut, saya merasa adalah hal yang penting untuk memahami alur rapat dan segala masalah yang timbul berkaitan dengan mahasiswa, namun kenyataannya... Mahasiswa sudah berusaha untuk itu, namun dosen tidak mengindahkannya.

Dari dua kenyataan di atas, masihkah kita berfokus pada kualitas hasil karya kita dan menomorduakan segi estetika tampilan segala sesuatu yang kita hasilkan? Sering kali konsep yang sudah dibangun sedemikian kuatnya terkalahkan dengan tampilan yang lebih indah. Contoh lain yang nyata terjadi di lingkungan Teknik Industri Universitas Kristen Petra adalah adanya beberapa mata kuliah yang lebih mementingkan abjad, tata cara penulisan, bahkan spelling, dibandingkan dengan inti makalah itu sendiri. Tahu darimana? Bagaimana tidak tahu, print yang cacat langsung dianggap sebagai suatu kesalahan namun kesalahan penyampaian maksud dari makalah belum tentu dapat ditemukan. Tidak dibaca, hanya dilihat? Saya juga tidak tahu.

Tidak hanya di kegiatan perkuliahan, di kegiatan kemahasiswaanpun terjadi hal yang serupa. Tanyakan kepada BPMF, apa yang mereka pentingkan? Isi proposal atau format proposal? Kegiatan yang telah direncanakan sedemikian rupa seringkali gagal dilaksanakan karena ketidakindahan proposal yang diajukan, salah ketik beberapa huruf, paragraf yang tidak masuk ke dalam, atau bahkan penulisan rencana anggaran dengan format yang tidak sesuai.

Melihat itu semua, masihkah kita berpendapat bahwa pokok permasalahan yang ingin disampaikan bersifat lebih penting daripada bagaimana cara penyampaian pendapat itu? Sebaliknya saya malah menganggap di dunia nyata, segala sesuatu yang dikemas indah dan menarik lebih menggugah hati daripada segala sesuatu yang mempunyai arti yang indah. Pola pikir ini tidak terbatas pada kalangan rendah saja, seperti orang-orang tidak berpendidikan yang menyukai makanan berwarna-warni yang mungkin berbahaya bagi kesehatan mereka, namun telah meracuni orang-orang berpendidikan dan berkedudukan, seperti contoh tim penilai akreditasi di atas maupun perusahaan-perusahaan peserta tender yang lebih memilih janji-janji yang indah pada saat presentasi dibandingkan dengan kualitas produk yang ditawarkan itu sendiri.

Focus on majors, not on minors. Yang mana yang disebut “Major” dan yang mana yang disebut “Minor”? Semuanya sudah terbolak-balik, apabila anda terus berpikir sesuai apa yang anda anggap benar, saya yakin anda akan segera dilanda kebingungan. Penampilan luar itu jauh lebih penting? Tidak mutlak benar, namun setidaknya itulah yang diajarkan kepada kita sebagai hal yang ”Major” dari peristiwa yang terjadi sehari-hari di sekitar kita, termasuk di dunia pendidikan. Bukankah makalah yang indah namun tidak bermutu lebih ”diperhitungkan” dibandingkan makalah yang bermutu namun tidak indah? Jika demikian, masihkah anda berpikiran bahwa ngawur itu salah? Asalkan bisa menyampaikannya dengan yakin dan membuat orang yang dingawuri percaya, tidak masalah, kan?

Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.

Ivan Arista
ivan_arista@yahoo.com
+628123100679

No comments: