Contact Me

Feel free to discuss @ivan_arista


Thursday 19 February 2009

JAUH, DEKAT, SAMA SAJA

JAUH, DEKAT, SAMA SAJA
Saya terinspirasi sewaktu saya pergi ke Jakarta, di Pasar Pagi Mangga Dua. Suatu hari, dari tempat tinggal saya di Lippo Karawaci, saya hendak pergi ke Sunter. Saya tidak tahu di mana lokasinya, namun jarak terdekat dari tempat yang dapat dijangkau bis Lippo Karawaci adalah Pasar Pagi Mangga Dua. Setelah saya sampai di sana, Saya menanyakan kepada receptionist, ”Bagaimana cara dari sini pergi ke Sunter? Jauhkah?”. Petugas itu menjawab, ”Lumayan agak jauh mas, naik taksi saja lebih mudah.”. Sayapun akhirnya pergi ke Sunter dengan taksi. Tarif yang saya bayar waktu itu adalah Rp. 60.000,-.

Dua minggu kemudian, saudara saya datang dari Surabaya dan menginap di hotel Novotel Mangga Dua Square. Karena saya tidak tahu tempatnya, sekali lagi saya naik bis ke Pasar Pagi Mangga Dua, kemudian saya bertanya ke receptionist, kebetulan sedang dijaga oleh petugas yang sama seperti dua minggu sebelumnya, ”Mbak, hotel Novotel Mangga Dua Square itu di mana? Jauhkah?”. Petugas itu menjawab, ”Wah, jauh sekali mas, di ujung jalan ini, harus ganti dua kali”. Saya tidak mengerti apa maksud ganti dua kali, saya hanya mengiyakannya. Karena tetap tidak yakin, sayapun naik taksi. Ternyata, saya sampai ke tujuan hanya dengan membayar kurang dari Rp. 10.000,-. Dari sana saya baru mengerti bahwa dua kali yang dia maksud adalah dua kali naik mobil angkutan kota.

Apa yang saya peroleh dari pengalaman tersebut? Jarak setara tarif taksi Rp. 60.000,- dikatakan sebagai jarak yang ”lumayan agak jauh” sedangkan jarak setara tarif taksi Rp. 10.000,- dikatakan sebagai jarak yang ”jauh sekali”. Kedua pernyataan tersebut dikeluarkan oleh seorang yang sama, yang seharusnya mempunyai nilai-nilai kehidupan yang sama, namun hasilnya sedemikian jauh berbeda. Saya menjadi bingung, kemudian saya berpikir, apakah melalui perkataan-perkataan yang sudah saya ucapkan, saya secara tidak langsung telah membawa kebingungan kepada orang lain sama seperti kebingungan yang diberikan oleh petugas receptionist ini kepada saya?

Berpikir lebih jauh, ada banyak kata sifat yang kita gunakan di dalam kehidupan kita sehari-hari, semuanya itu kembali kepada nilai-nilai yang kita miliki sebagai seorang individu. Seorang pengemis yang diberikan uang seratus ribu rupiah dapat menganggapnya sebagai jumlah yang sangat banyak sedangkan seorang direktur menganggap seratus ribu rupiah sebagai jumlah yang tidak ada artinya. Hal ini tentunya sangat membawa kerancuan bagi kita dalam memahami kondisi yang digambarkan oleh orang lain di dalam perkataannya.

Orang yang mendengarkan perkataan kita akan lebih mudah bingung apabila kita menggunakan terlalu banyak kata sifat di dalam percakapan. Sebisa mungkin hindarilah penggunaan kata sifat ini menjadi hal-hal yang bersifat lebih kuantitatif. Jangan menetapkan pedoman-pedoman yang bersifat subjektif karena hal itu sama saja dengan tidak menetapkan apa-apa.

”Jangan angkat barang berat-berat, nanti kamu sakit punggung”, ”Jangan makan permen banyak-banyak, nanti sakit gigi”, ”Jangan sering pulang malam”, ”Jangan beli barang yang terlalu mahal”, dan lain sebagainya adalah perkataan-perkataan yang membingungkan. Alangkah baiknya apabila kalimat-kalimat tersebut diganti menjadi ”Jangan angkat barang lebih dari 20 kilogram”, ”Jangan makan permen lebih dari satu butir per hari”, ”Jangan pulang lebih dari jam 10 malam”, ”Jangan membeli baju seharga lebih dari Rp. 250.000,-”. Kalimat-kalimat ini jauh lebih jelas dibandingkan dengan kalimat-kalimat sebelumnya yang bisa mengakibatkan salah tangkap maksud yang ingin kita sampaikan.

Memang hal ini akan terkesan aneh apabila kita masih belum terbiasa. Mungkin lawan bicara kita dapat menganggap kita aneh karena terlalu berlebihan mengungkapkan segala sesuatu, namun hal itu merupakan hal yang cukup efektif untuk menghindari kesalahan. Kondisi yang sering terjadi pada waktu saya mengikuti kepanitiaan, ada rekan-rekan yang meminta ijin untuk meninggalkan rapat sebentar, katanya, namun sampai dengan rapat berakhir, dia tidak kunjung kembali. Mengapa? Mungkin saja waktu tiga jam bagi orang yang meminta ijin adalah waktu yang dikatakan sebentar, namun menurut oraang-orang yang mengikuti rapat, hal itu adalah waktu yang dikatakan lama.

Sebaiknya jangan terlalu sering mengungkapkan kata-kata sifat untuk menghindari kesalahan pemahaman yang berujung pada kejengkelan kita sendiri karena hasil yang diterima oleh lawan bicara kita ternyata berbeda dengan apa yang kita harapkan. Sebaliknya, jangan terlalu mudah mengasumsikan kata-kata sifat yang diucapkan orang lain sama seperti ada yang ada di dalam pemikiran kita. Mungkin juga apa yang menjadi harapan dari lawan bicara kita tersebut berbeda dengan yang ada di dalam pemikiran kita. Selamat mencoba.

Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.

Ivan Arista
Email/ FS : ivan_arista@yahoo.com
MSN : ivan_arista@hotmail.com
http://ivanarista.blogspot.com/

No comments: