Contact Me

Feel free to discuss @ivan_arista


Tuesday 10 March 2009

SATU INDIVIDU, TIGA PRIBADI

SATU INDIVIDU, TIGA PRIBADI

Setiap orang yang hidup di dunia ini, jika ditinjau dari hubungan mereka dengan pihak lain, akan mempunyai tiga pribadi. Tiga pribadi yang saya maksudkan di sini adalah tiga pribadi yang tetap terkait pada satu kesatuan individu yang sama, namun pada peran yang berbeda. Ketiga pribadi tersebut adalah pribadi spiritual, pribadi personal, dan pribadi individual. Pada pembahasan kali ini, marilah kita mengesampingkan pribadi spiritual masing-masing individu karena hal ini merupakan hubungan kita dengan Sang Pencipta kita, yang mana tidak ada seorangpun dari kita yang berhak untuk mengkritisi keyakinan individu lainnya dalam hal spiritual.

Peran yang kedua adalah peran kita secara personal. Pribadi personal kita tercermin melalui kehidupan keseharian kita, kehidupan personal di keluarga, seperti hubungan ayah-anak, mertua-menantu, nenek-cucu, paman-keponakan, pacar, tunangan, dan lain sebagainya. Kehidupan kita sebagai pribadi yang kedua sebagian besar menjadi pengaruh dalam dasar pengambilan keputusan kita karena lingkungan ini merupakan sebagian besar tempat kita menghabiskan waktu dan juga tempat kita bertumbuh dan membentuk dasar pemikiran kita.

Tidak hanya itu, setiap orang sebagai makhluk sosial juga memiliki peran ketiga sebagai pribadi sosial. Pribadi sosial dalam hal ini adalah relasi kita dengan orang lain yang tak terbatas jumlahnya. Hal ini mulai terjalin ketika kita keluar dari keluarga, mulai bersekolah, bertemu teman-teman, mulai bekerja, bertemu rekan-rekan sekerja, mulai berorganisasi, bertemu anggota-anggota organisasi, berbisnis, bertemu rekan-rekan bisnis, dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal ini akan terjadi di fase lebih lanjut kehidupan kita, pada umumnya setelah kehidupan pribadi kita terbentuk.

Lantas, apa masalahnya? Tidak menjadi masalah apabila kita sebagai satu individu tidak mempunyai konflik antar aspek kehidupan kita, namun hal ini akan menjadi menarik apabila ada dua atau bahkan lebih aspek di dalam kehidupan kita yang saling bertentangan. Mana yang harus kita utamakan? Tentunya kita tidak akan mengesampingkan faktor yang lain karena pada dasarnya hal itu masih berhubungan dengan satu pribadi yang sama, namun apabila harus mengorbankan salah satunya? Menarik untuk dibahas.

Sebelumnya karena tulisan ini adalah untuk konsumsi publik, maka saya berkewajiban untuk menyimpan identitas pihak-pihak yang terkait, namun pembahasan jalur pribadi sangatlah dimungkinkan.

Kisah nyata terjadi di tempat di mana saya bekerja beberapa tahun belakangan ini. Di dalam ruang lingkup sebuah organisasi berskala menengah, sebut saja ada dua orang A dan B yang pada dasarnya merupakan rekan sekerja dengan saya. Tidak lama kemudian, A dan B memutuskan untuk meningkatkan hubungan mereka dari hubungan pertemanan, dan singkat kata, mereka berpacaran. Setelah mereka berpacaran, semua anggota organisasi tidak merasa ada masalah karena mereka tidak berubah sikap dan tetap menjaga hubungan baik kepada anggota-anggota organisasi yang lain, termasuk saya sebagai salah satunya.

Beberapa bulan berselang, salah satu dari A dan B, sebut saja si A memutuskan untuk mengundurkan diri dari organisasi ini untuk masuk ke organisasi yang lain, sebut saja organisasi Y, sedangkan si B tetap tergabung sebagai anggota dari organisasi lama tempat saya bekerja, sebut saja organisasi X. Si A dan Si B secara pribadi merupakan dua individu yang harus saling terbuka dan saling membantu, sedangkan secara sosial mereka harus saling tertutup dan bahkan berkompetisi, apabila ternyata organisasi X dan Y ternyata berbeda paham atau bahkan bersaing.

Sebut saja ketika si A ingin mengetahui perkembangan organisasi X yang sempat diikutinya, dia bertanya kepada B. Pada dasarnya A tidak berhak untuk tahu lebih banyak perkembangan organisasi X karena A sudah tidak merupakan anggota dari organisasi X dan B pasti mengetahuinya karena B adalah anggota dari organisasi X. Apakah yang harus dilakukan oleh B? Apabila B mengutamakan aspek pribadinya sebagai pacar, dia akan memberitahukan perkembangan organisasi X kepada A dan dengan demikian dia mengesampingkan perannya sebagai anggota organisasi X, sedangkan apabila B mengutamakan aspek sosialnya sebagai anggota organisasi X, dia tidak akan memberitahukan perkembangan organisasi X kepada A dan dengan demikian dia mengesampingkan aspek personal sebagai pacar yang harus saling terbuka.
Berhenti sampai di sini, apabila anda menjadi B yang menerima pertanyaan dari A, apa yang akan anda lakukan?

Menurut pendapat pribadi saya, tidak seharusnya seorang individu mengutamakan salah satu aspek kehidupannya dan mengesampingkan aspek yang lain. Semuanya harus berjalan dengan seimbang. Ketika A mengajukan pertanyaan ke B, maka pada dasarnya A telah merugikan si B karena jelas-jelas pertanyaan itu akan menyulitkan si B dan membuat si B harus mengorbankan salah satu aspek kehidupannya. Mengapa si A melakukan sesuatu yang merugikan si B padahal mereka adalah pacar yang harus saling menolong?

Sebaliknya, apabila si A ternyata masih bersikukuh untuk mengajukan pertanyaan tersebut kepada si B meskipun pertanyaan itu jelas-jelas merugikan si B, apa yang harus dilakukan oleh si B? Semuanya kembali kepada prinsip si B sebagai seorang individu, apakah dia adalah seorang yang dapat dipercaya di segala aspek kehidupannya, atau hanya dapat dipercaya di salah satu aspek kehidupannya? Banyak cara untuk tidak mengorbankan salah satu aspek di kehidupan kita, tergantung kreativitas kita.

Para pembaca sekalian, apabila anda menghadapi kondisi yang serupa, apabila anda berperan sebagai A, janganlah mempersulit si B. Apabila anda menjadi si B, jadilah orang yang berprinsip teguh, tidak mengorbankan pihak manapun, namun tentunya akan lebih baik lagi apabila kita tidak menghadapi kondisi serupa, juga tidak mendapatkan konflik antar aspek di kehidupan kita sebagai individu yang majemuk. Semoga saja...

Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.

Ivan Arista S.
Student of MBA Program, NTUST - Taipei
Email : ivan_arista@yahoo.com
MSN : ivan_arista@hotmail.com
www.friendster.com/ivanarista
http://www.ivanarista.blogspot.com/
Mobile : +886 915 410 744

No comments: