tag:blogger.com,1999:blog-47711518073706972132024-03-08T02:14:57.369-08:00Ivan Arista S., MBA.Blog ini berisi tentang cerita-cerita seputar kehidupan sehari-hari yang sering terlewatkan dari pemikiran kita, semoga bermanfaat...Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.comBlogger16125tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-63578892988282692732020-07-10T22:27:00.001-07:002020-07-10T22:27:30.182-07:00Berapa Nomor HPmu?Berapa nomor HPmu <br />
<br />
Bagaimana kita menyebutkannya?<br />
<br />
Apakah kosong delapan satu, dua tiga satu, kosong kosong enam tujuh sembilan?<br />
Ataukah nol delapan satu, dua tiga satu, nol nol enam tujuh sembilan?<br />
<br />
Simak contoh berikut:<br />
Sebuah gelas yang tidak berisi, tentu kita menyebutnya adalah gelas kosong, tidak bisa disebut sebagai gelas nol. Sebuah rumah yang tidak berpenghuni, tentunya juga disebut rumah kosong, bukan rumah nol.<br />
<br />
Artinya: "NOL" dan "KOSONG" adalah berbeda.<br />
<br />
Menurut KBBI:<br />Nol adalah bilangan yang dilambangkan dengan 0<br />Kosong adalah tidak berisi<br />
<br />
Jadi, ketika menyebut nomor handphone, manakah yang benar?<br />Nol delapan satu atau kosong delapan satu?<br />Anda sudah tahu jawabannya.<br />
<br />
Masih merasa nol dan kosong adalah sama saja?<br />Artinya Anda tidak mau maju. Hehe...<br /><br />Terinspirasi dari Guru Besar Ilmu Hukum UBAYA, Prof. Eko Sugitario.<br /><br />@ivan_arista<br />
2020.07.11Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-75377833453713335632011-01-08T09:55:00.000-08:002011-01-08T10:13:31.291-08:00Kenapa aku abis lulus ga cari kerja di Taiwan malah langsung pulang?<p class="MsoNormal" style="text-align: center;line-height: 150%; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:Tahoma;"><b>26 Januari 2011: Leaving Taipei</b></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: 150%; text-align: justify; "><span style="font-family:Tahoma">Dua tahun sudah kuliah aku menjalani kuliah master di Taiwan, dua tahun bukanlah waktu yang panjang, waktu berlalu dengan cepat, meninggalkan banyak kenangan bersama seluruh teman-teman sekalian di sini. Dua tahun juga bukanlah waktu yang singkat, banyak pengalaman yang aku dapatkan di sini tidak hanya di NTUST, namun juga di berbagai komunitas lainnya di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Taiwan</st1:country-region></st1:place> ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span style="font-family:Tahoma">Saat-saat sekarang ini, setelah menyelesaikan sidang, banyak teman bertanya, “Udah dapat kerja di <st1:country-region st="on">Taiwan</st1:country-region>?”, ketika aku menjawab, “Aku ga ngelamar kerja di <st1:country-region st="on">Taiwan</st1:country-region>, langsung pulang ke <st1:place st="on"><st1:city st="on">Surabaya</st1:city></st1:place>”, hampir semua bertanya, “Kenapa koq ga kerja di sini saja? <st1:place st="on"><st1:state st="on">Kan</st1:state></st1:place> udah bisa bahasa Mandarin, dsb…”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span style="font-family:Tahoma">Jawaban dari pertanyaan ini sangat berkaitan dengan jurusan yang aku ambil ditambah dengan sifatku yang mudah bosan, terus mencari sesuatu yang baru, dan aku membayangkan betapa bosannya apabila harus duduk sebagai pekerja kantor dengan rutinitas yang sama setiap harinya. Jurusan manajemen industri S1 mengajarkan tentang kewirausahaan, bagaimana mengelola sebuah industri, mulai dari industri yang terdiri dari 2 hingga 3 orang, ditambah dengan jurusan MBA S2 yang selalu mengajarkan bagaimana membuat <i>business plan </i>yang baik, menyusun strategi pemasaran, dan lain sebagainya. Semuanya sudah membuatku membuang jauh-jauh pikiran untuk menjadi seorang professional dan bercita-cita untuk berwirausaha. Wirausaha butuh modal besar? Buang jauh-jauh pikiran itu.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span style="font-family:Tahoma">Dalam satu pelatihan kewirausahaan, pembicara menjelaskan banyak peluang yang terbuka bagi pekerja/ pelajar Indonesia di Taiwan apabila ingin pulang dan langsung memulai usaha di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place> dengan modal yang kita kumpulkan di Taiwan. Lengkap dengan kisah sukses nyata mantan TKI dalam berwirausaha di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Indonesia</st1:country-region></st1:place>. Hal ini sama sekali tidak salah. Apabila selama kita tinggal di <st1:place st="on"><st1:country-region st="on">Taiwan</st1:country-region></st1:place>, sedikit menghemat uang beasiswa ditambah pekerjaan <i>part-time </i>sesuai porsi yang diijinkan kampus, dalam jangka waktu 2 tahun, modal kerja itu pasti tersedia. Pasti? Ya, pasti! Buat saya, j</span><span style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU; mso-fareast-language:ZH-TW">angan sampai kita mahasiswa kalah dibanding TKI/ TKW yang bisa sukses berwirausaha setelah pulang dari luar negeri…</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span style="font-family:Tahoma">“Apa ga menyesal meninggalkan <st1:country-region st="on">Taiwan</st1:country-region> dan langsung kembali ke <st1:country-region st="on"><st1:place st="on">Indonesia</st1:place></st1:country-region>?”</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-ansi-language:SV">Tidak~ Setiap orang datang ke Taiwan dengan tujuannya masing-masing. Setiap kita pasti ingin belajar apa yang kita ingini. Yang ingin fasih bahasa Mandarin, belajar bahasa Mandarin. Yang ingin menjadi akademisi, belajar ilmu pengetahuan dan penelitian. Yang ”hanya” ingin membuka wawasan? Buat aku, bagaimana berinteraksi dengan orang Taiwan, menjalin relasi dengan berbagai organisasi/ institusi, dan menyesuaikan diri hidup dengan mereka adalah salah satu pelajaran penting selama aku di Taiwan, bahkan lebih penting daripada mata kuliah maupun skripsiku. Beberapa teman beranggapan, ”Ivan suka jalan-jalan, datang ke Taiwan kuliah atau pelesir?” Hehe.. Tidak sepenuhnya salah, namun jalan-jalan itu tidak hanya jalan-jalan begitu saja, banyak ”Life story” dan pengalaman yang berharga aku dapatkan dari seringnya jalan-jalan itu...</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-ansi-language:SV">Dari awal datang ke Taiwan, aku berpegang pada prinsip itu. Semua keputusan yang aku ambil selalu didasarkan pada prinsip itu. Mulai dari pemilihan profesor pembimbing, ”Ivan jalan-jalan terus koq skripsinya bisa selesai ya?”, pemilihan mata kuliah tiap semester yang relatif sedikit tugas, hingga selalu memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada di luar perkuliahan yang sangat mungkin akan membuatku meninggalkan perkuliahan. Semuanya itu memang membuatku kurang belajar hal-hal akademis dibandingkan teman-teman lain, namun aku yakin aku belajar lebih banyak dalam kehidupan dan hal-hal non akademis.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-ansi-language:SV">Menyesal pulang ke Indonesia? Sekali lagi, tidak! Aku merasa aku sudah melakukan semua yang aku bisa lakukan di Taiwan. Setiap kesempatan yang ada sudah aku manfaatkan sebagaimana mestinya. Mulai dari partisipasi di organisasi mahasiswa </span><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language:SV;mso-fareast-language: ZH-TW">sampai </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-ansi-language: SV">TKI, bekerja di TV, beberapa radio dan </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language: SV;mso-fareast-language:ZH-TW">jadi MC, ketinggalan pesawat, </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-ansi-language:SV">jalan-jalan keliling Taiwan</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family: PMingLiU;mso-ansi-language:SV;mso-fareast-language:ZH-TW">, mengikuti pameran macam-macam barang, shopping</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma; mso-ansi-language:SV">, tinggal bersama dengan teman-teman dari berbagai jenis latar belakang, dan masih banyak hal lainnya</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language: SV;mso-fareast-language:ZH-TW"> yang</span><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-ansi-language:SV"> sudah aku lakukan</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language: SV;mso-fareast-language:ZH-TW">, sampai yang terakhir, membantu NTUST dalam proses pendirian Taiwan Education Center di Surabaya,</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-ansi-language:SV"> </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language: SV;mso-fareast-language:ZH-TW">a</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma; mso-ansi-language:SV">ku merasa </span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma; mso-fareast-font-family:PMingLiU;mso-ansi-language:SV;mso-fareast-language: ZH-TW">sudah</span><span lang="SV" style="font-family:Tahoma;mso-ansi-language: SV"> cukup melakukan dan mendapatkan apa yang aku inginkan selama dua tahun hidup di Taiwan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span lang="SV" style="font-family: Tahoma;mso-ansi-language:SV">I love Taiwan! Sebuah negara yang sangat membuatku merasa tinggal di rumah sendiri. Meskipun tidak lagi tinggal di Taiwan, aku yakin suatu saat aku pasti kembali lagi ke sini. Aku sangat yakin kesempatan itu pasti ada, entah mengunjungi pameran, sekolah bahasa, rekreasi, transit, apapun... Yang pasti, bukan S-3 tentunya! Hahaha.. :D Buat teman-teman yang masih di Taiwan, sama seperti yang aku tulis di semua kartu ucapan, ”Enjoy your stay in Taiwan!”.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;line-height: 150%; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:Tahoma;">~ ivan_arista@yahoo.com</span></p>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-79904046955953008252010-12-14T02:28:00.000-08:002010-12-14T02:31:45.186-08:00FIND ”POLISI TIDUR” IN ENGLISH<p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">Saya cukup yakin kita tidak dapat menemukannya. Saya sempat menanyakannya ke beberapa teman saya pada saat melewati jalanan di kampung-kampung, namun sampai dengan saat ini, saya belum mendapatkan satupun jawaban yang menurut saya sesuai, hingga saya membuat tulisan ini.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> Tidak masalah bagi saya apakah saya dapat menemukan kosa kata bahasa asing yang tepat untuk istilah itu karena saya sendiri juga tidak tahu apa istilah yang tepat untuk menyebut ”gundukan” melintang di jalan yang sering disebut polisi tidur itu di dalam Bahasa Indonesia, bahasa nasional negara tempat saya menemukan ”polisi tidur” itu, namun yang menarik bagi saya adalah mengapa ”polisi tidur” itu dibuat?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> Coba lihat jalan di depan rumah anda. </span></span><span lang="SV"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">Berapa panjang jalan tersebut? Berapa jumlah ”polisi tidur” yang ada di sana? Saya sempat melewati sebuah jalan yang panjangnya kurang dari satu kilometer, namun terdapat dua belas ”polisi tidur” di antaranya. Dengan demikian, kurang dari 100 meter dibangun sebuah ”polisi tidur”. Semakin banyak ”polisi tidur” yang ada di daerah tersebut, langsung terpikir di pikiran saya bahwa warga sekitar daerah itu adalah orang-orang yang semakin bodoh. </span></span><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">Bagaimana bisa?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> Coba temukan di negara maju manakah dapat ditemukan ”polisi tidur”? Di saat orang banyak semakin menginginkan segala sesuatu yang praktis, di saat semua orang mulai memasuki era globalisasi penuh tantangan hingga muncul kiasan waktu adalah uang, di saat semua persaingan semakin ketatnya, ternyata masih ada orang yang suka memperlambat segalanya dan membuat hal-hal yang mempersulit diri sendiri dan orang lain. Jelas-jelas sudah ada jalan raya yang bagus dan dapat dilewati oleh kendaraan dengan nyaman, malah sengaja dibuat ”polisi tidur” yang menyusahkan orang-orang yang melewati jalan tersebut. Benar-benar sebuah pemikiran yang sempit, yang membuat negara kita tidak akan pernah maju, namun selalu berkembang tidak menentu arah karena pola pikir masyarakatnya yang tidak ingin maju.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> Berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk membangun ”polisi tidur”? Tidakkah ada manfaat lain yang lebih berarti dari penggunaan uang tersebut dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dari pembuatan ”polisi tidur”? Lihat selokan di sebelah ”polisi tidur” itu. Sebagian besar wilayah dengan banyak ”polisi tidur” yang saya lihat, selokannya selalu kotor dan buntu. Mungkin alangkah lebih baik untuk memanfaatkannya dengan membersihkan selokan untuk menghindari banjir, bukan?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> </span></span><span lang="SV"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">”Biar pengendara kendaraan bermotor tidak </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">ngebut</span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">”. Itu alasan utama yang sering dilontarkan orang bodoh pembuat ”polisi tidur”. Apa jawaban saya? Seberapa </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">ngebut </span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">orang bisa </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">ngebut </span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">di jalan-jalan sempit walaupun tidak ada ”polisi tidur”nya? Saya yakin tidak mungkin melebihi 30 km/jam, apalagi melebihi 40 km/jam, karena saya yakin pengendara kendaraan bermotor tidak mungkin memacu kendaraannya di tempat yang mana banyak terdapat kendaraan parkir di tepi jalan sembarangan dan anak-anak bermain dan melintas di jalan raya karena itu membahayakan mereka sendiri.</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> Orang-orang yang melontarkan alasan itu sering menganggap kecepatan di bawah 40 km/jam sebagai </span><i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">ngebut </span></i><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">dalam istilah mereka. Jawaban terakhir saya, 40 km/jam adalah batas kecepatan maksimum kendaraan bermotor di jalan raya dalam kota. Peraturan pemerintah mengatakan demikian, jadi, bukankah orang yang membuat larangan ”Batas kecepatan maksimum adalah 20 km/jam karena banyak anak kecil” itu melanggar hukum yang berlaku? Mengapa masih banyak yang membuatnya? Atau mereka merasa tidak tinggal di kota Surabaya namun di desa Surabaya?</span><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"><o:p></o:p></span></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;"> </span></span><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">Nah, apa yang bisa kita lakukan sekarang? Kita tidak bisa melakukan apapun karena kita bukan ketua RT atau RW yang berwenang, namun kita dapat melakukannya kelak apabila kita mempunyai kekuasaan tersebut, bukan? Apakah kita mau segala sesuatunya dipersulit tanpa tujuan yang jelas? Jangan pula kita terjebak di dalam ”polisi tidur”-”polisi tidur” yang lain, yaitu hal-hal yang kita sengaja buat untuk mempersulit diri kita sendiri dan orang lain tanpa tujuan yang jelas dan tidak ada manfaatnya namun malah merugikan kita. Temukan ”polisi tidur”-”polisi tidur” yang ada di dalam diri kita masing-masing dan bongkarlah karena kita mempunyai kekuasaan untuk yang satu ini.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI"><span class="Apple-style-span" style="font-family:verdana;">Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.</span></span></p>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-26491545409613147292010-08-12T01:49:00.000-07:002010-08-12T01:53:03.300-07:00Hari Minggu Toko Tutup, Hari Ini Toko Tutup, Maka Hari Ini Hari Minggu.<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;line-height:150%"> </p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Apakah anda menganggap pernyataan di atas adalah benar? Jika anda menganggapnya benar, maka seberapa bodohnya pikiran anda! Jangan mudah tertipu, teman!</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Saya boleh dikatakan seseorang yang paling menentang generalisasi. Semoga saya tidak salah memberikan nama untuk kalimat-kalimat serupa demikian. Mengapa saya katakan hal itu tidak benar? Kita cermati sekali lagi pernyataan di atas. </span><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Hari Minggu toko tutup, hari ini toko tutup, mungkinkah kita berkesimpulan bahwa hari ini hari Minggu? Tidak! Apakah hari Senin toko buka? Selasa? Rabu? Dan selanjutnya. Bisa jadi ternyata hari Kamis toko itu juga tutup, namun informasi itu tidak disampaikan. Jadi kesimpulannya, pernyataan itu mungkin benar, namun bukan berarti benar.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Di jurusan Teknik Industri, ada sebuah mata kuliah Matematika Teknik, yang sekarang disebut Kalkulus III, yang mempunyai bobot 3 SKS, cukup besar dibandingkan dengan mata kuliah lainnya. Di dalam sebuah rumus yang diajarkannya, dikatakan:<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top:0in" start="1" type="1"> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo1;tab-stops:list .5in"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Jika A maka B<o:p></o:p></span></li> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo1;tab-stops:list .5in"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">A terjadi<o:p></o:p></span></li> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l1 level1 lfo1;tab-stops:list .5in"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Kesimpulannya adalah B<o:p></o:p></span></li> </ol> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Saya hanya berusaha menyetujuinya dengan alasan untuk mendapatkan nilai, tidak lebih dari itu! Bayangkan contoh berikut:<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top:0in" start="1" type="1"> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo2;tab-stops:list .5in"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Suster yang baik akan merawat pasiennya dengan teliti<o:p></o:p></span></li> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo2;tab-stops:list .5in"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Suster Ani tidak merawat pasiennya dengan teliti<o:p></o:p></span></li> <li class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%;mso-list:l0 level1 lfo2;tab-stops:list .5in"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Kesimpulannya adalah Suster Ani adalah suster yang tidak baik.<o:p></o:p></span></li> </ol> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Benarkah cara penarikan kesimpulan yang demikian? Saya sangat tidak setuju. Bayangkan kasus apabila Suster Ani adalah satu-satunya suster yang bertugas di sebuah rumah sakit di daerah yang sedang terkena wabah penyakit demam berdarah, misalnya. Dia tidak merawat pasiennya dengan teliti karena dia harus menangani pasien dalam jumlah yang sangat banyak, mungkin melebihi kapasitasnya, sehingga dia mengutamakan pemberian perawatan kepada pasien-pasien yang kritis, yang nyawanya harus segera ditolong dan mengabaikan pasien-pasien yang tingkat penyakitnya tidak terlalu parah. Apakah Suster Ani tidak baik? Dia adalah suster yang baik, namun apa jadinya apabila anda mengambil keputusan berdasarkan generalisasi itu?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Pelajaran Matematika Teknik yang selalu berpegang pada prinsip jika maka, sebab akibat, ini lalu itu, dan lain sebagainya adalah mematikan logika pemikiran kita, bukan untuk mengasah logika sesuai dengan tujuan diberikannya mata kuliah itu kepada mahasiswa. Mahasiswa dipaksa untuk berpikir terpusat tanpa memperhatikan faktor-faktor lain yang terkait di dalam pembentukan sebuah peristiwa. Teknik Industri adalah cabang ilmu yang luas, tidak hanya ilmu pasti, namun juga terkait dengan aspek psikologis, mencermati segala aspek, logis, intuitif, maupun pendekatan perilaku yang serba tidak pasti. Sesuaikah pemberian mata kuliah itu kepada mahasiswa Teknik Industri? Ya, tapi hanya untuk memenuhi persyaratan kelulusan karena itu adalah mata kuliah wajib.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Satu hal yang harus diingat, antara pasti dan tidak mungkin masih banyak tingkatan-tingkatan lain, pasti, hampir pasti, seringkali, kemungkinan besar, <i style="mso-bidi-font-style:normal">fifty-fifty</i>,<span style="mso-spacerun:yes"> </span>mungkin, bisa jadi, terkadang, ada kemungkinan, jarang, jarang sekali, hampir tidak mungkin, dan tidak mungkin. Paling sedikit itu adalah menurut pendapat saya. Saya yakin anda bisa menyebutkan lebih banyak tingkatan-tingkatan kemungkinan yang lain.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Untuk anda yang suka berkata pasti atau tidak mungkin, segeralah berubah! Tidak hanya mengurangi kemonotonan dengan meningkatkan penggunaan perbendaharaan kata yang lain, namun hal itu juga dapat bermanfaat untuk mencegah terjadinya kebodohan yang bisa dihindari. Apa yang pasti di dunia ini? Apa yang tidak mungkin di dunia ini? Menurut saya, jawabannya adalah tidak ada. Begitu banyak pilihan kata, mengapa anda suka menggunakan sisi-sisi yang ekstrim saja?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Jangan pula suka mengambil keputusan dengan konsep generalisasi. Satu contoh terakhir. Ikan bertelur, paus beranak, paus bukan ikan? Hahaha. Terlihat tolol, bukan? Itulah yang terjadi apabila anda mengambil keputusan berdasarkan generalisasi atau bahasa lainnya adalah pukul rata semua kondisi. Jadi, jangan dilanjutkan ya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span class="Apple-style-span" style=" line-height: normal; font-family:tahoma, 'new york', times, serif;font-size:13px;"></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:130%;color:#000000;"><strong>Ivan Arista S.</strong></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span class="Apple-style-span" style="font-size:x-small;"><br /></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;">Email : <u><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none;"><b>ivan_arista</b></span></u></span><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none;"><b><a rel="nofollow" target="_blank" href="mailto:i@yahoo.com"></a></b></span></span></span><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none;"><b><a rel="nofollow" target="_blank" href="mailto:i@yahoo.com"></a></b></span></span></span><a rel="nofollow" target="_blank" href="mailto:i@yahoo.com"><span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none;"><b>@yahoo.com</b></span></span></span></span></span></a><span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;"></span></span></span></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;">MSN :</span><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;"> </span><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;"><a rel="nofollow" target="_blank" href="mailto:ivan_arista@hotmail.com"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none;"><b>ivan_arista@hotmail.com</b></span></span></a></span></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span class="Apple-style-span" style="font-family:Tahoma;color:#0000FF;"><span class="Apple-style-span" style="font-size:small;"><br /></span></span></p><p></p>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com9tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-12884728070142083942010-07-02T00:17:00.000-07:002010-07-02T00:22:45.555-07:00KAU MENGHANCURKAN HUBUNGAN INI, ...<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align: center;line-height: 150%; "><span lang="SV"><i>Aktifkan NSP Rossa–Takkan Berpaling Darimu (Ost. </i></span><span lang="FI"><i>Sinetron Munajat Cinta). Ketik: RING ON 119316 kirim ke 1212. Menangkan 3 paket wisata kapal pesiar (Singapore-Malaysia-Thailand), 13 iPod, dan 13 HP. (Dari: TELKOMSEL).</i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Pernahkah anda menerima SMS seperti itu? Setidaknya saya yakin setiap dari kita pernah menerima atau melihatnya di media massa. </span><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Salah satu teman saya juga menggunakannya dengan bunyi ”Kau menghancurkan hubungan ini, bla bla bla...”. Yah, apa yang terbersit di pikiran anda tentang pengguna-pengguna Nada Sambung Pribadi (NSP) atau yang dikenal juga dengan sebutan Ring Back Tone (RBT) itu?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Menurut pendapat saya, silahkan dibantah apabila anda tidak sependapat, penggunaan NSP itu adalah bentuk pengorbanan yang diberikan kepada orang lain untuk mengenakkan orang lain dan kita berkorban untuk itu. </span><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Mengapa demikian? Adalah karena kita membayar untuk menggunakannya, namun kita sama sekali tidak bisa menikmatinya. Bukankah sangat kecil kemungkinannya bagi kita untuk menelpon nomor handphone kita sendiri? Orang lain akan menikmatinya pada saat menghubungi kita, mereka tidak merasa bosan dan dapat mendengarkan lagu yang nikmat didengar dibandingkan dengan bunyi nada sambung biasa, tut... tut... tut...<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Apabila maksud dari pengguna NSP itu adalah untuk berbuat kebaikan dengan berkorban untuk kenyamanan orang lain, maka tentunya hal itu adalah hal yang mulia. Memberikan apa yang kita punya kepada orang lain, jelas hal itu adalah tindakan terpuji, namun apabila kita tidak berniat membantu orang lain dalam bentuk yang lain, bukankah hal itu malah menjadi hal yang bertolak belakang di dalam satu pribadi yang sama? Oleh sebab itu, saya ingin menanyakan pengguna-pengguna NSP, apakah anda sudah bersedia berkorban untuk orang lain dalam bentuk yang lain? </span><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Saya berkata demikian karena pada dasarnya para pengguna NSP mempunyai hati yang baik. Jika tidak, maka untuk apa mereka menggunakannya? Tunjukkan bentuk kebaikan anda terhadap orang lain itu tidak hanya dalam bentuk penggunaan NSP, namun juga bersedialah untuk meminjamkan handphone anda kepada teman yang membutuhkan, mengantarkan teman pulang, atau bahkan pengorbanan-pengorbanan lain yang tidak membutuhkan biaya.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV"><span style="mso-tab-count:1"> </span>Anggapan positif pada pengguna NSP itu akan berubah dalam benak saya apabila ternyata motivasi yang ada di balik penggunaan NSP mereka hanyalah untuk pamer dan gengsi semata. Pengguna-pengguna semacam inilah yang saya tidak setuju. Untuk apa anda buang-buang uang hanya untuk meningkatkan gengsi anda? Berapa persen penelpon akan menganggap pengguna NSP adalah orang yang ”berada”? Saya meyakini bahwa sebagian besar orang tidak akan membedakan anggapannya terhadap sesorang hanya berdasarkan kepada penggunaan NSP di handphone mereka. Bagimana dengan anda?<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV"><span style="mso-tab-count:1"> </span>NSP adalah satu-satunya proyek bisnis di dunia musik yang belum terjangkau oleh pembajakan. Bisnis NSP ternyata lebih menjanjikan dibandingkan dengan bisnis CD atau kaset, setidaknya demikian menurut Tantowi Yahya yang disampaikannya pada saat beliau sedang membawakan sebuah acara penghargaan bagi insan musik Indonesia di sebuah stasiun televisi swasta. Sadarkah anda siapa yang sedang dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan para penyedia layanan NSP sehingga bisnis NSP dapat berkembang menjadi bisnis yang sedemikian menjanjikan? Jawabannya saya yakin sudah muncul di benak anda, bahwa pengguna-pengguna yang termakan gengsi dan <i style="mso-bidi-font-style:normal">kengangguren</i> itulah yang menjadi sasaran empuk para pebisnis-pebisnis yang jeli melihat peluang dari aspek psikologis ini. Apakah anda adalah korbannya? Semoga jawabannya adalah tidak.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Dengan demikian, apakah saya menentang penggunaan NSP? Bukan berarti demikian. Saya tidak setuju dengan orang-orang yang menggunakan NSP dengan motivasi dan latar belakang hanya untuk gengsi dan meningkatkan status sosial mereka. Apabila motivasi anda di luar itu, atau apabila anda bukanlah pengguna NSP, tentu saja tidak ada masalah yang berarti. Lupakan saja tulisan ini. Mungkin anda menggunakannya karena iseng, terlalu banyak uang, daripada pulsa tidak habis terpakai, atau menganggap biaya penggunaan NSP hanyalah uang berjumlah kecil yang tidak perlu dipermasalahkan, silahkan saja. Hal itu murni merupakan hak anda terhadap handphone anda pribadi, bukan?</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span class="Apple-style-span" style="font-family: tahoma, 'new york', times, serif; font-size: 13px; line-height: normal; "></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><br /></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:130%;color:#000000;"><strong>Ivan Arista S.</strong></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:78%;color:#000000;">Graduate Student of MBA Program</span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:78%;color:#000000;">National Taiwan University of Science and Technology</span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span class="Apple-style-span" style="font-size: x-small;">----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------</span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span><span style="font-size:85%;"><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;">Email : <span class="Apple-style-span" style="text-decoration: underline;"><span class="Apple-style-span" style="color:#3333FF;">ivan_arista@yahoo.com</span></span></span></span></span></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;">MSN :</span><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;"> </span><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;"><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none; "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><a rel="nofollow" target="_blank" href="mailto:ivan_arista@hotmail.com">ivan_arista@hotmail.com</a></span></span></span></p><p dir="ltr" style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><a rel="nofollow" target="_blank" href="http://www.ivanarista.blogspot.com/"><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: none; "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(0, 0, 0); "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;"></span></span></span></a></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;">Mobile (Taiwan) : +886 (0) 9 888 15140 <span class="Apple-style-span" style="color:#FF0000;">(New)</span></span></p><p style="margin-top: 0px; margin-right: 0px; margin-bottom: 0px; margin-left: 0px; "><span style="font-family:tahoma, new york, times, serif;font-size:85%;">Mobile (Indonesia) : +62 (0) 81 8300 679</span></p><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><br /></p>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-52538374403574848752009-05-01T11:02:00.000-07:002009-05-01T11:08:13.956-07:00www.stopmerokok.com<p class="MsoNormal" align="center" style="text-align:center;text-indent:.5in; line-height:150%"><b style="mso-bidi-font-weight:normal"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">www.stopmerokok.com<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">”Saya ingin berhenti merokok, namun tidak bisa”. ”Itu namanya kecanduan nikotin. Saya dulu juga begitu, tetapi sekarang sudah bisa, klik saja <a href="http://www.stopmerokok.com/">www.stopmerokok.com</a>”. Pernahkah anda melihat iklan tersebut di televisi? Itu adalah cuplikannya. Cukup menarik, ternyata upaya membuat seorang perokok untuk berhenti merokok telah ditangkap sebagai peluang bisnis yang sedemikian besar oleh perusahaan obat Pfizer.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="FI" style="mso-ansi-language:FI">Mengapa sampai ada bisnis untuk menghentikan perokok-perokok dari kebiasaannya? Setidaknya, saya yakin bahwa ide ini digagaskan oleh orang yang memahami bahaya merokok bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. </span><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Jika tidak maka penggagas ide ini adalah orang yang tidak suka melihat orang lain merokok. Saya tidak ingin membahas bahaya atau dampak merokok dari segi ilmiah. Sesuai dengan tema tulisan-tulisan yang saya buat yang berjudul <i style="mso-bidi-font-style:normal">life story</i>, maka saya lebih suka melihat bagaimana tanggapan kita terhadap perokok dalam kehidupan kita sehari-hari.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Pernahkah anda mengkonsumsi makanan yang kadaluarsa? Sebut saja mie instant atau roti yang tanggal kadaluarsanya telah terlewat beberapa minggu atau mungkin beberapa hari saja. Saya sangat yakin bahwa anda tidak akan mengkonsumsinya. Padahal, apa dampak yang anda dapatkan dari mengkonsumsi makanan yang kadaluarsa tersebut? Tidak dituliskan apa efeknya, namun dampak paling parah adalah sakit perut, muntaber, dan penyakit pencernaan lainnya yang relatif mudah disembuhkan.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Bagaimana dengan perokok? Jelas-jelas sudah dituliskan bahwa merokok dapat menyebabkan serangan jantung, gangguan kehamilan, janin, dan impotensi. Bukankah dampak ini jauh lebih berat daripada dampak yang dihasilkan dari mengkonsumsi makanan yang kadaluarsa? Saya yakin perokok-perokok tidak mau mengkonsumsi makanan yang kadaluarsa, namun mereka justru mau mengkonsumsi rokok yang dampaknya telah dengan jelas dinyatakan lebih berbahaya. Dengan demikian, saya menyimpulkan sebagai <span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: underline;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">poin pertama bahwa perokok itu bodoh</span></span></span>.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Sebagai pembahasan yang kedua, saya menganggap <span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: underline;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">perokok sebagai seseorang yang egois</span></span></span>. Bagaimana bisa? Bayangkan apabila seseorang merokok, apa yang dihasilkan? Abu dan asap. Abu dan asap ini tidak ikut dikonsumsi oleh perokok, namun justru dibagi-bagikan kepada orang lain. Menurut pemahaman yang selama ini beredar di kalangan terpelajar, perokok pasif memiliki dampak kesehatan yang lebih buruk dibandingkan perokok itu sendiri karena perokok pasif mengkonsumsi zat-zat buangan yang merupakan residu yang lebih berbahaya daripada rokok itu sendiri. Bagaimana dapat dikatakan adil jika seorang perokok hanya menghisap bagian yang enak dan memberikan hal yang tidak enak kepada orang lain? Bukankah dia egois? Dia akan menjadi tidak egois apabila dia merokok di ruang tertutup dan asap yang dia hasilkan juga dikonsumsinya sendiri. Dengan demikian adil sudah, si perokok bertanggungjawab atas asap yang dihasilkannya sendiri. Atau ada juga alternatif lain yaitu pikirkan cara bagaimana merokok tanpa menghasilkan asap.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Seringkali saya heran, mengapa pengkonsumsi narkotika atau minuman keras bisa ditangkap polisi namun perokok tidak? Menurut saya, pengkonsumsi narkotika apalagi minuman keras hanya merusak diri mereka sendiri tanpa mengganggu orang lain. Dari minuman yang mereka minum, mereka yang merasakan nikmatnya, namun mereka sendiri juga yang merasakan dampaknya. Demikian pula dengan narkotika, mereka sendiri yang mengkonsumsi, mereka sendiri yang merasakan nikmat sesaat, dan mereka sendiri yang bertanggungjawab. Hal ini masih lebih dapat ditoleransi dibandingkan perokok yang mencelakakan orang lain, bukan? Oleh sebab itu, saya senang sekali apabila boleh berkata bahwa perokok lebih parah dibandingkan dengan pecandu narkotika apalagi ”hanya” pecandu minuman keras.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Yang terakhir, <span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;"><span class="Apple-style-span" style="text-decoration: underline;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(255, 0, 0);">perokok jelas boros</span></span></span>. Sama halnya dengan membakar kertas dan tembakau, apa yang mereka dapatkan? Tidak ada dampak positif apapun yang mereka dapatkan. Bukankah hal ini sama dengan membakar uang kertas? Perokok menghabiskan uang untuk membeli sesuatu yang habis mereka bakar, untuk apa? Apabila ingin mengkonsumsi zat berbahaya, tidak perlu membayar, cukup menghirup asap kendaraan bermotor di jalan raya, sama saja bukan? Hal ini malah gratis!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Berdasarkan sebuah berita di televisi, masih banyak penduduk Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan dengan pendapatan kurang dari US$2 per hari. Namun kondisi ini seakan-akan terbalik melihat jumlah perokok di Indonesia yang sangat banyak. Dalam berita itu juga dijelaskan berdasarkan survey yang mereka buat, kepala keluarga miskin yang perokok lebih mementingkan membeli rokok dibandingkan membeli makanan untuk keluarga mereka. Harga rokok yang tidak murah mereka mampu beli. Benar-benar miskinkah mereka? Saya rasa tidak. Sayang sekali saya lupa kapan berita ini ditayangkan, namun saya berharap cerita tersebut cukup menggambarkan kondisi yang ada saat ini.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Kesimpulannya, <span class="Apple-style-span" style="text-decoration: underline;"><span class="Apple-style-span" style="font-weight: bold;">perokok adalah seseorang yang bodoh, egois, dan boros</span></span>! Hal ini berlaku baik bagi mereka yang merokok sekali-kali hingga pecandu berat, dari yang merokok di tempat umum maupun di rumah, dan dalam kondisi apapun. Jadi, tidak ada jalan lain, berhentilah merokok!</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Sebarkanlah artikel ini kepada teman-teman anda yang merupakan perokok, dengan harapan dia dapat mengurangi atau bahkan berhenti merokok. Hal ini bisa menjadi bentuk kepedulian anda terhadap teman dan saudara anda. Tidak perlu kuatir, saya bersedia bertanggungjawab atas artikel yang saya buat.</span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><span lang="SV" style="mso-ansi-language:SV">Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; text-indent:.5in;line-height:150%"><br /></p> <p class="MsoNormal" style="text-align:justify;text-justify:inter-ideograph; line-height:150%"></p><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(85, 85, 68); font-weight: bold; line-height: 18px; font-family:tahoma;font-size:13px;">Ivan Arista S.</span><br /></div><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(85, 85, 68); line-height: 18px; font-family:tahoma;font-size:13px;"><div style="text-align: center;">Student of MBA Program, NTUST - Taipei<br /></div><div style="text-align: center;">Email : <a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com" style="font-weight: bold; text-decoration: none; color: rgb(102, 153, 34); background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: transparent; background-position: initial initial; ">ivan_arista@yahoo.com</a><br /></div><div style="text-align: center;">MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com" target="_blank" style="font-weight: bold; text-decoration: none; color: rgb(102, 153, 34); background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: transparent; background-position: initial initial; ">ivan_arista@hotmail.com</a><br /></div><div style="text-align: center;"><a href="http://www.friendster.com/ivanarista" target="_blank" style="font-weight: bold; text-decoration: none; color: rgb(102, 153, 34); background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: transparent; background-position: initial initial; ">www.friendster.com/ivanarista</a></div><div style="text-align: center;"><a href="http://www.ivanarista.blogspot.com/" target="_blank" style="font-weight: bold; text-decoration: none; color: rgb(102, 153, 34); background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: transparent; background-position: initial initial; "><span class="Apple-style-span" style="color: rgb(85, 85, 68); font-weight: normal; "></span></a><a href="http://www.ivanarista.blogspot.com/" target="_blank" style="font-weight: bold; text-decoration: none; color: rgb(102, 153, 34); background-image: initial; background-repeat: initial; background-attachment: initial; -webkit-background-clip: initial; -webkit-background-origin: initial; background-color: transparent; background-position: initial initial; ">Mobile : +886 915 410 744</a><br /></div></span><p></p> <span lang="SV" style="font-family:"Times New Roman";mso-fareast-mso-ansi-language:SV;mso-fareast-language:ZH-CN;mso-bidi-language:AR-SAfont-family:SimSun;font-size:12.0pt;"></span>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-28078687293507643562009-03-10T00:33:00.000-07:002009-03-10T00:38:54.247-07:00SATU INDIVIDU, TIGA PRIBADI<div align="center"><strong>SATU INDIVIDU, TIGA PRIBADI</strong><br /><br />Setiap orang yang hidup di dunia ini, jika ditinjau dari hubungan mereka dengan pihak lain, akan mempunyai tiga pribadi. Tiga pribadi yang saya maksudkan di sini adalah tiga pribadi yang tetap terkait pada satu kesatuan individu yang sama, namun pada peran yang berbeda. Ketiga pribadi tersebut adalah pribadi spiritual, pribadi personal, dan pribadi individual. Pada pembahasan kali ini, marilah kita mengesampingkan pribadi spiritual masing-masing individu karena hal ini merupakan hubungan kita dengan Sang Pencipta kita, yang mana tidak ada seorangpun dari kita yang berhak untuk mengkritisi keyakinan individu lainnya dalam hal spiritual.</div><div align="center"><br />Peran yang kedua adalah peran kita secara personal. Pribadi personal kita tercermin melalui kehidupan keseharian kita, kehidupan personal di keluarga, seperti hubungan ayah-anak, mertua-menantu, nenek-cucu, paman-keponakan, pacar, tunangan, dan lain sebagainya. Kehidupan kita sebagai pribadi yang kedua sebagian besar menjadi pengaruh dalam dasar pengambilan keputusan kita karena lingkungan ini merupakan sebagian besar tempat kita menghabiskan waktu dan juga tempat kita bertumbuh dan membentuk dasar pemikiran kita.</div><div align="center"><br />Tidak hanya itu, setiap orang sebagai makhluk sosial juga memiliki peran ketiga sebagai pribadi sosial. Pribadi sosial dalam hal ini adalah relasi kita dengan orang lain yang tak terbatas jumlahnya. Hal ini mulai terjalin ketika kita keluar dari keluarga, mulai bersekolah, bertemu teman-teman, mulai bekerja, bertemu rekan-rekan sekerja, mulai berorganisasi, bertemu anggota-anggota organisasi, berbisnis, bertemu rekan-rekan bisnis, dan lain sebagainya. Pada dasarnya hal ini akan terjadi di fase lebih lanjut kehidupan kita, pada umumnya setelah kehidupan pribadi kita terbentuk.</div><div align="center"><br />Lantas, apa masalahnya? Tidak menjadi masalah apabila kita sebagai satu individu tidak mempunyai konflik antar aspek kehidupan kita, namun hal ini akan menjadi menarik apabila ada dua atau bahkan lebih aspek di dalam kehidupan kita yang saling bertentangan. Mana yang harus kita utamakan? Tentunya kita tidak akan mengesampingkan faktor yang lain karena pada dasarnya hal itu masih berhubungan dengan satu pribadi yang sama, namun apabila harus mengorbankan salah satunya? Menarik untuk dibahas.</div><div align="center"><br /><em><span style="color:#ffcccc;"></span><span style="color:#cc66cc;">Sebelumnya karena tulisan ini adalah untuk konsumsi publik, maka saya berkewajiban untuk menyimpan identitas pihak-pihak yang terkait, namun pembahasan jalur pribadi sangatlah dimungkinkan.</span></em></div><div align="center"><br />Kisah nyata terjadi di tempat di mana saya bekerja beberapa tahun belakangan ini. Di dalam ruang lingkup sebuah organisasi berskala menengah, sebut saja ada dua orang A dan B yang pada dasarnya merupakan rekan sekerja dengan saya. Tidak lama kemudian, A dan B memutuskan untuk meningkatkan hubungan mereka dari hubungan pertemanan, dan singkat kata, mereka berpacaran. Setelah mereka berpacaran, semua anggota organisasi tidak merasa ada masalah karena mereka tidak berubah sikap dan tetap menjaga hubungan baik kepada anggota-anggota organisasi yang lain, termasuk saya sebagai salah satunya.</div><div align="center"><br />Beberapa bulan berselang, salah satu dari A dan B, sebut saja si A memutuskan untuk mengundurkan diri dari organisasi ini untuk masuk ke organisasi yang lain, sebut saja organisasi Y, sedangkan si B tetap tergabung sebagai anggota dari organisasi lama tempat saya bekerja, sebut saja organisasi X. Si A dan Si B secara pribadi merupakan dua individu yang harus saling terbuka dan saling membantu, sedangkan secara sosial mereka harus saling tertutup dan bahkan berkompetisi, apabila ternyata organisasi X dan Y ternyata berbeda paham atau bahkan bersaing.</div><div align="center"><br />Sebut saja ketika si A ingin mengetahui perkembangan organisasi X yang sempat diikutinya, dia bertanya kepada B. Pada dasarnya A tidak berhak untuk tahu lebih banyak perkembangan organisasi X karena A sudah tidak merupakan anggota dari organisasi X dan B pasti mengetahuinya karena B adalah anggota dari organisasi X. Apakah yang harus dilakukan oleh B? Apabila B mengutamakan aspek pribadinya sebagai pacar, dia akan memberitahukan perkembangan organisasi X kepada A dan dengan demikian dia mengesampingkan perannya sebagai anggota organisasi X, sedangkan apabila B mengutamakan aspek sosialnya sebagai anggota organisasi X, dia tidak akan memberitahukan perkembangan organisasi X kepada A dan dengan demikian dia mengesampingkan aspek personal sebagai pacar yang harus saling terbuka.<br />Berhenti sampai di sini, apabila anda menjadi B yang menerima pertanyaan dari A, apa yang akan anda lakukan?</div><div align="center"><br />Menurut pendapat pribadi saya, tidak seharusnya seorang individu mengutamakan salah satu aspek kehidupannya dan mengesampingkan aspek yang lain. Semuanya harus berjalan dengan seimbang. Ketika A mengajukan pertanyaan ke B, maka pada dasarnya A telah merugikan si B karena jelas-jelas pertanyaan itu akan menyulitkan si B dan membuat si B harus mengorbankan salah satu aspek kehidupannya. Mengapa si A melakukan sesuatu yang merugikan si B padahal mereka adalah pacar yang harus saling menolong?</div><div align="center"><br />Sebaliknya, apabila si A ternyata masih bersikukuh untuk mengajukan pertanyaan tersebut kepada si B meskipun pertanyaan itu jelas-jelas merugikan si B, apa yang harus dilakukan oleh si B? Semuanya kembali kepada prinsip si B sebagai seorang individu, apakah dia adalah seorang yang dapat dipercaya di segala aspek kehidupannya, atau hanya dapat dipercaya di salah satu aspek kehidupannya? Banyak cara untuk tidak mengorbankan salah satu aspek di kehidupan kita, tergantung kreativitas kita.</div><div align="center"><br />Para pembaca sekalian, apabila anda menghadapi kondisi yang serupa, apabila anda berperan sebagai A, janganlah mempersulit si B. Apabila anda menjadi si B, jadilah orang yang berprinsip teguh, tidak mengorbankan pihak manapun, namun tentunya akan lebih baik lagi apabila kita tidak menghadapi kondisi serupa, juga tidak mendapatkan konflik antar aspek di kehidupan kita sebagai individu yang majemuk. Semoga saja...</div><div align="center"><br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br /><strong>Ivan Arista S.<br /></strong>Student of MBA Program, NTUST - Taipei<br />Email : <a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com" target="_blank">ivan_arista@hotmail.com</a><br /><a href="http://www.friendster.com/ivanarista" target="_blank">www.friendster.com/ivanarista</a><br /><a href="http://www.ivanarista.blogspot.com/" target="_blank">http://www.ivanarista.blogspot.com/</a><br />Mobile : +886 915 410 744 </div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-30027040318917754082009-03-07T06:51:00.000-08:002009-03-07T06:54:26.479-08:00PENDETA SEKALIGUS PENCURI, MUNGKINKAH ?<div align="center"><strong>PENDETA SEKALIGUS PENCURI, MUNGKINKAH ?<br /></strong><br />Sekali lagi dari pernyataan tersebut di atas, jangan pernah memikirkan suatu masalah dari segi rasional. Terkadang intuisi anda harus juga dijalankan! Secara logika hal tersebut memang tidak mungkin mengingat dua hal tersebut adalah dua hal yang mempunyai sifat yang bertentangan, namun apabia kita mau melihat pada kenyataan, maka hal tersebut adalah hal yang sangat mungkin atau bahkan sering terjadi di kehidupan nyata. Dengan demikian masihkah kita selalu berpegang teguh pada logika dan prinsip kebenaran yang ada pada otak kita? Buang jauh-jauh semua itu!</div><div align="center"><br />Ya, kehidupan manusia tidak akan bisa dilepaskan dari seluruh aspek yang melekat di dalam kehidupannya. Seorang ayah bagi anak, seorang suami bagi istri, seorang direktur bagi karyawan, seorang anak bagi orang tua, seorang upline bagi downline, seorang rekan bisnis bagi pemegang saham perusahaan lainnya, semua aspek tersebut bisa muncul dalam diri satu orang yang sama, namun layakkah hal tersebut memunculkan hal-hal yang bertentangan?<br />Seringkali masyarakat awam membeda-bedakan, mana yang harus dihukum lebih berat antara guru agama yang memperkosa siswanya dibanding dengan orang biasa yang memperkosa orang lain? Mana yang harus dihukum lebih berat antara polisi yang kedapatan mencuri dibanding dengan warga biasa yang kedapatan mencuri? Mana yang imagenya lebih buruk, dokter yang merokok atau tukang becak yang merokok? Saya terkadang bingung apakah benar yang satu lebih bersalah dibandingkan yang lain atau memang saya yang benar, keduanya sama-sama salah? Kita diciptakan sederajat, sama-sama manusia satu pencipta. Perbedaan-perbedaan itu hanya ada pada pandangan masyarakat umum terhadap kita. Kita tidak akan pernah bisa merubah pola pikir mayoritas karena hal tersebut memang merupakan hak asasi dan kebebasan masing-masing individu, namun apakah kita tetap akan membeda-bedakan mana yang lebih benar dan mana yang lebih bersalah?</div><div align="center"><br />Orang-orang yang tidak mau ambil pusing akan berkata, ”Ah, buat apa gitu saja diperdebatkan? Kurang kerjaan ya? Paling baik ya jangan berbuat salah!”. Namun mungkinkan kita benar-benar sempurna tanpa melakukan kesalahan? Tidak mungkin! Kita adalah manusia yang berdosa di mata Tuhan. Hal yang bisa kita lakukan adalah hanya dengan berusaha untuk menekan kesalahan-kesalahan tersebut seminimal mungkin dan juga dengan menghindari pertentangan dari aspek-aspek yang ada di dalam kehidupan kita seminimal mungkin karena meskipun sama-sama bersalah, dokter yang merokok akan dipandang jauh lebih bersalah daripada tukang becak yang merokok. Benar, bukan?<br /><br />Implementasi<br /><br />Himpunan Mahasiswa Teknik Industri Universitas Kristen Petra adalah satu-satunya lembaga kemahasiswaan yang ada di dalam Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra. Lembaga ini mempunyai dua tujuan utama, yaitu menjadi penyambung antar mahasiswa dan penyambung mahasiswa dengan jurusan. Sebagai visi dan tujuan dibentuknya lembaga tersebut, maka setiap anggota yang terlibat di dalamnya tentunya akan menjalankan visi tersebut, terlebih bagi para fungsionaris yang telah bersedia untuk mengambil porsi lebih dengan terlibat aktif di kepengurusan HIMATITRA. Namun kenyataannya?</div><div align="center"><br />Banyak fungsionaris yang lebih malas dibandingkan dengan mahasiswa biasa, mereka sering menunda-nunda waktu, lebih parah daripada mahasiswa biasa. Sepengetahuan saya selama berkesempatan menjadi fungsionaris selama dua periode, mengulur-ulur waktu yang dilakukan oleh para fungsionaris jauh lebih parah dibandingkan mahasiswa biasa yang mengulur-ulur waktu. Sebuah proposal bisa molor sampai berminggu-minggu, berbulan-bulan, sampai setahun hingga pada akhir periode dampaknya melanda sebagian fungsionaris yang tidak menjalankan program. Apakah ini tidak lebih parah dibandingkan dengan mahasiswa biasa yang menunda pengumpulan tugas ”hanya” tidak sampai seminggu?</div><div align="center"><br />Ada lagi fenomena lain... Beberapa (Yang jelas lebih dari satu) fungsionaris yang terlibat di dalam grup-grup, geng-geng, kelompok-kelompok, komunitas-komunitas, entah apapun namanya. Salahkah mereka? Tidak! Itu adalah hak masing-masing individu untuk mau berinteraksi dengan si-A dan tidak suka berinteraksi dengan si-B. Namun apabila yang melakukannya adalah fungsionaris Himatitra yang bertujuan untuk mengakrabkan mahasiswa antar individu, antar angkatan, dan antar golongan, bagaimana pendapat mahasiswa biasa? Dua hal yang bertentangan muncul di dalam aspek yang ada di dalam diri fungsionaris.</div><div align="center"><br />Mau contoh lain? Perhatikan ucapan ini, ”Saya sudah bukan fungsionaris lagi, masa jabatan saya sudah habis. Saya merasa sudah memberikan apa yang saya mampu selama saya menjabat”. Kalau boleh saya sadur ulang, samakah kalimat tersebut dengan: ”Selama saya jadi fungsionaris, saya harus menjalin hubungan baik dengan siapapun, namun setelah periode kepengurusan saya sudah habis, bebas dong saya mau melakukan apa?”. Jika dianalogikan dengan lebih ekstrim, ”Seorang pendeta di gereja tidak boleh berbicara kotor namun setelah tidak berperan sebagai pendeta, hal itu boleh-boleh saja.”</div><div align="center"><br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br /><strong>Ivan Arista S.</strong><br />Graduate Student, School of Management, MBA Program<br />National Taiwan University of Science and Technology<br />Keelung Rd., Sec. 4, # 43, Taipei 106, Taiwan, R.O.C.<br />Email : ivan_arista<a href="mailto:i@yahoo.com" target="_blank">@yahoo.com</a><br />MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com" target="_blank">ivan_arista@hotmail.com</a><br /><a href="http://www.friendster.com/ivanarista" target="_blank">www.friendster.com/ivanarista</a><br /><a href="http://www.ivanarista.blogspot.com/" target="_blank">www.ivanarista.blogspot.com</a><br />Mobile : +886 915 410 744</div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-70524727552455454412009-02-19T07:48:00.000-08:002014-07-14T21:25:15.480-07:00KUE MANA YANG ANDA PILIH, YANG RASANYA ENAK ATAU YANG BUNGKUSNYA MENARIK?<div align="center">
<b>Kue mana yang anda pilih, yang rasanya enak atau yang bungkusnya menarik?</b></div>
<br />
Pertanyaan yang konyol jika dibilang konyol, namun pertanyaan yang bermakna jika dianggap bermakna. Apapun jawaban anda, kali ini saya tidak akan mempermasalahkannya karena saya hanya ingin mengangkatnya sebagai sebuah pengantar untuk membawa kita ke beberapa contoh nyata yang terjadi di kehidupan kita, yang tanpa kita sadari juga memberikan pertentangan dalam perilaku kita.<br />
<br />
Beberapa tahun yang lalu, terjadi peristiwa kurang menyenangkan di Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra. Akreditasi A yang berhasil dicapai oleh jurusan ini dan menjadi kebanggaan selama bertahun-tahun akhirnya gagal dipertahankan dan kita harus puas dengan hasil akreditasi B. Terlepas dari segala upaya untuk mengembalikan akreditasi jurusan kembali ke nilai A, saya merasa tertarik dengan salah satu penyebab gagalnya nilai akreditasi tersebut dipertahankan, yaitu karena ada tim penilai akreditasi yang menemukan adanya mahasiswa lulusan Jurusan Teknik Industri Universitas Kristen Petra yang tidak mampu membuat OPC dengan benar. Kesimpulan ini diperoleh karena adanya laporan Tugas Akhir yang berisikan OPC dengan format yang salah. Yang menjadi pertanyaan besar buat saya adalah, ”Apakah memang format setiap laporan mempengaruhi kriteria penilaian?”. Bukan urusan saya untuk bertanya maupun menjawab, namun menurut saya, memahami makna dan kegunaan dari OPC adalah jauh lebih penting dibandingkan dengan format tampilan yang dapat diperindah dengan mudah. Apabila pendapat saya salah, berarti tampilan memang jauh lebih penting dibandingkan dengan isi dan makna yang sebenarnya. Tidak perlu membuat sesuatu yang berbobot, asalkan sedap dipandang mata, maka segalanya akan menjadi baik.<br />
<br />
Yah, semoga itu bukan yang terjadi. Mendengar kenyataan dari rapat asisten Perancangan Sistem Industri yang mana dosen koordinator lebih mementingkan format notulen rapat yang rapi dan benar dibandingkan dengan kualitas materi yang diperbincangkan dari rapat asisten itu sendiri dan beliau hanya melakukan koreksi pada notulen akhir rapat tanpa menghadiri jalannya rapat secara keseluruhan, dapat disimpulkan bahwa memang tampilan luar jauh lebih penting daripada makna yang dikandung sebenarnya. Pada kegiatan rapat tersebut, saya merasa adalah hal yang penting untuk memahami alur rapat dan segala masalah yang timbul berkaitan dengan mahasiswa, namun kenyataannya... Mahasiswa sudah berusaha untuk itu, namun dosen tidak mengindahkannya.<br />
<br />
Dari dua kenyataan di atas, masihkah kita berfokus pada kualitas hasil karya kita dan menomorduakan segi estetika tampilan segala sesuatu yang kita hasilkan? Sering kali konsep yang sudah dibangun sedemikian kuatnya terkalahkan dengan tampilan yang lebih indah. Contoh lain yang nyata terjadi di lingkungan Teknik Industri Universitas Kristen Petra adalah adanya beberapa mata kuliah yang lebih mementingkan abjad, tata cara penulisan, bahkan spelling, dibandingkan dengan inti makalah itu sendiri. Tahu darimana? Bagaimana tidak tahu, print yang cacat langsung dianggap sebagai suatu kesalahan namun kesalahan penyampaian maksud dari makalah belum tentu dapat ditemukan. Tidak dibaca, hanya dilihat? Saya juga tidak tahu.<br />
<br />
Tidak hanya di kegiatan perkuliahan, di kegiatan kemahasiswaanpun terjadi hal yang serupa. Tanyakan kepada BPMF, apa yang mereka pentingkan? Isi proposal atau format proposal? Kegiatan yang telah direncanakan sedemikian rupa seringkali gagal dilaksanakan karena ketidakindahan proposal yang diajukan, salah ketik beberapa huruf, paragraf yang tidak masuk ke dalam, atau bahkan penulisan rencana anggaran dengan format yang tidak sesuai.<br />
<br />
Melihat itu semua, masihkah kita berpendapat bahwa pokok permasalahan yang ingin disampaikan bersifat lebih penting daripada bagaimana cara penyampaian pendapat itu? Sebaliknya saya malah menganggap di dunia nyata, segala sesuatu yang dikemas indah dan menarik lebih menggugah hati daripada segala sesuatu yang mempunyai arti yang indah. Pola pikir ini tidak terbatas pada kalangan rendah saja, seperti orang-orang tidak berpendidikan yang menyukai makanan berwarna-warni yang mungkin berbahaya bagi kesehatan mereka, namun telah meracuni orang-orang berpendidikan dan berkedudukan, seperti contoh tim penilai akreditasi di atas maupun perusahaan-perusahaan peserta tender yang lebih memilih janji-janji yang indah pada saat presentasi dibandingkan dengan kualitas produk yang ditawarkan itu sendiri.<br />
<br />
Focus on majors, not on minors. Yang mana yang disebut “Major” dan yang mana yang disebut “Minor”? Semuanya sudah terbolak-balik, apabila anda terus berpikir sesuai apa yang anda anggap benar, saya yakin anda akan segera dilanda kebingungan. Penampilan luar itu jauh lebih penting? Tidak mutlak benar, namun setidaknya itulah yang diajarkan kepada kita sebagai hal yang ”Major” dari peristiwa yang terjadi sehari-hari di sekitar kita, termasuk di dunia pendidikan. Bukankah makalah yang indah namun tidak bermutu lebih ”diperhitungkan” dibandingkan makalah yang bermutu namun tidak indah? Jika demikian, masihkah anda berpikiran bahwa ngawur itu salah? Asalkan bisa menyampaikannya dengan yakin dan membuat orang yang dingawuri percaya, tidak masalah, kan?<br />
<br />
Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br />
<br />
Ivan Arista<br />
<a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />
+628123100679Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-27932269042700530192009-02-19T07:42:00.001-08:002009-02-19T07:47:19.368-08:00JAUH, DEKAT, SAMA SAJA<div align="center"><strong>JAUH, DEKAT, SAMA SAJA</strong></div><div align="center"><strong></strong> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Saya terinspirasi sewaktu saya pergi ke Jakarta, di Pasar Pagi Mangga Dua. Suatu hari, dari tempat tinggal saya di Lippo Karawaci, saya hendak pergi ke Sunter. Saya tidak tahu di mana lokasinya, namun jarak terdekat dari tempat yang dapat dijangkau bis Lippo Karawaci adalah Pasar Pagi Mangga Dua. Setelah saya sampai di sana, Saya menanyakan kepada receptionist, ”Bagaimana cara dari sini pergi ke Sunter? Jauhkah?”. Petugas itu menjawab, ”Lumayan agak jauh mas, naik taksi saja lebih mudah.”. Sayapun akhirnya pergi ke Sunter dengan taksi. Tarif yang saya bayar waktu itu adalah Rp. 60.000,-.</div><div align="justify"><br />Dua minggu kemudian, saudara saya datang dari Surabaya dan menginap di hotel Novotel Mangga Dua Square. Karena saya tidak tahu tempatnya, sekali lagi saya naik bis ke Pasar Pagi Mangga Dua, kemudian saya bertanya ke receptionist, kebetulan sedang dijaga oleh petugas yang sama seperti dua minggu sebelumnya, ”Mbak, hotel Novotel Mangga Dua Square itu di mana? Jauhkah?”. Petugas itu menjawab, ”Wah, jauh sekali mas, di ujung jalan ini, harus ganti dua kali”. Saya tidak mengerti apa maksud ganti dua kali, saya hanya mengiyakannya. Karena tetap tidak yakin, sayapun naik taksi. Ternyata, saya sampai ke tujuan hanya dengan membayar kurang dari Rp. 10.000,-. Dari sana saya baru mengerti bahwa dua kali yang dia maksud adalah dua kali naik mobil angkutan kota.</div><div align="justify"><br />Apa yang saya peroleh dari pengalaman tersebut? Jarak setara tarif taksi Rp. 60.000,- dikatakan sebagai jarak yang ”lumayan agak jauh” sedangkan jarak setara tarif taksi Rp. 10.000,- dikatakan sebagai jarak yang ”jauh sekali”. Kedua pernyataan tersebut dikeluarkan oleh seorang yang sama, yang seharusnya mempunyai nilai-nilai kehidupan yang sama, namun hasilnya sedemikian jauh berbeda. Saya menjadi bingung, kemudian saya berpikir, apakah melalui perkataan-perkataan yang sudah saya ucapkan, saya secara tidak langsung telah membawa kebingungan kepada orang lain sama seperti kebingungan yang diberikan oleh petugas receptionist ini kepada saya? </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Berpikir lebih jauh, ada banyak kata sifat yang kita gunakan di dalam kehidupan kita sehari-hari, semuanya itu kembali kepada nilai-nilai yang kita miliki sebagai seorang individu. Seorang pengemis yang diberikan uang seratus ribu rupiah dapat menganggapnya sebagai jumlah yang sangat banyak sedangkan seorang direktur menganggap seratus ribu rupiah sebagai jumlah yang tidak ada artinya. Hal ini tentunya sangat membawa kerancuan bagi kita dalam memahami kondisi yang digambarkan oleh orang lain di dalam perkataannya. </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify">Orang yang mendengarkan perkataan kita akan lebih mudah bingung apabila kita menggunakan terlalu banyak kata sifat di dalam percakapan. Sebisa mungkin hindarilah penggunaan kata sifat ini menjadi hal-hal yang bersifat lebih kuantitatif. Jangan menetapkan pedoman-pedoman yang bersifat subjektif karena hal itu sama saja dengan tidak menetapkan apa-apa. </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify">”Jangan angkat barang berat-berat, nanti kamu sakit punggung”, ”Jangan makan permen banyak-banyak, nanti sakit gigi”, ”Jangan sering pulang malam”, ”Jangan beli barang yang terlalu mahal”, dan lain sebagainya adalah perkataan-perkataan yang membingungkan. Alangkah baiknya apabila kalimat-kalimat tersebut diganti menjadi ”Jangan angkat barang lebih dari 20 kilogram”, ”Jangan makan permen lebih dari satu butir per hari”, ”Jangan pulang lebih dari jam 10 malam”, ”Jangan membeli baju seharga lebih dari Rp. 250.000,-”. Kalimat-kalimat ini jauh lebih jelas dibandingkan dengan kalimat-kalimat sebelumnya yang bisa mengakibatkan salah tangkap maksud yang ingin kita sampaikan. </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Memang hal ini akan terkesan aneh apabila kita masih belum terbiasa. Mungkin lawan bicara kita dapat menganggap kita aneh karena terlalu berlebihan mengungkapkan segala sesuatu, namun hal itu merupakan hal yang cukup efektif untuk menghindari kesalahan. Kondisi yang sering terjadi pada waktu saya mengikuti kepanitiaan, ada rekan-rekan yang meminta ijin untuk meninggalkan rapat sebentar, katanya, namun sampai dengan rapat berakhir, dia tidak kunjung kembali. Mengapa? Mungkin saja waktu tiga jam bagi orang yang meminta ijin adalah waktu yang dikatakan sebentar, namun menurut oraang-orang yang mengikuti rapat, hal itu adalah waktu yang dikatakan lama. </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify">Sebaiknya jangan terlalu sering mengungkapkan kata-kata sifat untuk menghindari kesalahan pemahaman yang berujung pada kejengkelan kita sendiri karena hasil yang diterima oleh lawan bicara kita ternyata berbeda dengan apa yang kita harapkan. Sebaliknya, jangan terlalu mudah mengasumsikan kata-kata sifat yang diucapkan orang lain sama seperti ada yang ada di dalam pemikiran kita. Mungkin juga apa yang menjadi harapan dari lawan bicara kita tersebut berbeda dengan yang ada di dalam pemikiran kita. Selamat mencoba. </div><div align="justify"><br /> </div><div align="justify"></div><div align="justify">Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br />Ivan Arista<br />Email/ FS : <a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com">ivan_arista@hotmail.com</a><br /><a href="http://ivanarista.blogspot.com/">http://ivanarista.blogspot.com/</a></div><div align="justify"><a href="http://www.friendster.com/ivanarista">www.friendster.com/ivanarista</a></div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-44849369327328108432008-12-13T17:59:00.000-08:002008-12-13T18:01:04.825-08:00Jangan makan, nanti tersedak!<div align="center"><strong>Jangan makan, nanti tersedak!</strong><br /><br />”Menghindari pengambilan resiko berarti mengambil resiko yang terbesar”<br />-Stuart Avery Gold, “Ping”-<br /><br />Setiap orang mempunyai ketakutan masing-masing di dalam hatinya, namun seberapa besar ketakutan tersebut akan berpengaruh pada tindakan yang kita lakukan? Semakin besar rasa takut seseorang, maka kreativitas dan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang akan semakin sempit dan terbatas pada tindakan-tindakan biasa. Tindakan-tindakan biasa yang kita lakukan tidak akan pernah membawa kita menjadi orang yang luar biasa. Kembali pada diri kita masing-masing, mana yang ingin kita capai? Menjadi orang biasa sama seperti mayoritas atau menjadi orang luar biasa yang memang minoritas? Jawaban ada pada diri kita masing-masing.</div><div align="center"><br />Salah satu, memang bukan satu-satunya, cara untuk menuju ke orang yang luar biasa, cara yang cukup efektif, mudah, namun tidak banyak yang mau melakukannya adalah dengan menghilangkan rasa takut yang ada pada diri kita masing-masing karena kepercayaan diri yang ada pada diri kita itulah yang akan membawa kita menjadi orang luar biasa. Pikirkanlah, bagaimana mungkin orang pedesaan dapat menjadi presiden (Pak Harto), orang tuli bisa menemukan lampu (Thomas Alfa Edison), orang tidak lulus sekolah bisa menjadi salah satu orang terkaya di dunia (Bill Gates), orang yatim piatu SD tidak tamat bisa menjadi motivator terbaik di Indonesia (Andrie Wongso), jika kita selalu berpikir sistematis menggunakan logika, semua hal itu tidak mungkin, namun kenyataannya?</div><div align="center"><br />Sering kali kita selalu terjebak dalam ketakutan-ketakutan. Hal ini akan membuat kita terlalu banyak pertimbangan yang pada akhirnya akan menyia-nyiakan kesempatan yang kita miliki apabila kesempatan tersebut jarang muncul. Takut membuat program HIMA karena takut ditolak BPMF, terus menerus dipertimbangkan hingga pada akhirnya periode kepengurusan telah habis dan tidak ada kesempatan lagi untuk membuat program atau takut mengundang dosen di acara perpisahan karena takut kekurangan dana hingga pada akhirnya pesta perpisahan berlangsung dan timbul masalah merupakan contoh ketakutan-ketakutan membawa kerugian yang terjadi di dunia kuliah. Takut dimarahi oleh atasan sehingga kita tidak berani mengungkapkan sesuatu yang menurut kita lebih benar hingga pada akhirnya waktu yang kita miliki berakhir, takut memulai usaha karena takut rugi hingga pada akhirnya kesempatan usaha itu dimanfaatkan oleh orang lain merupakan contoh ketakutan-ketakutan membawa kerugian yang terjadi di dunia kuliah. Takut membeli barang karena takut terlalu mahal hingga pada akhirnya barang tersebut habis dibeli orang lain, takut menolak ajakan teman karena takut dianggap tidak setia kawan hingga pada akhirnya menyiksa diri sendiri merupakan contoh ketakutan-ketakutan membawa kerugian yang terjadi di kehidupan sehari-hari. Masih banyak ketakutan-ketakutan lainnya yang entah kita sadari atau tidak, telah dan akan terus membawa kerugian bagi kita!</div><div align="center"><br />Memperhitungkan segala sesuatu adalah baik namun terlalu memperhitungkan adalah tindakan buang-buang waktu yang tidak berguna. Jika saya melakukan A nanti B, bila B maka C, setelah C muncul D, D berakhir menyebabkan E, E usai F timbul, bla bla bla hingga Z, Z itu buruk bagi saya sehingga saya tidak melakukan semuanya. Apakah itu yang anda harapkan untuk terjadi? Kita harus mengingat prinsip kesuksesan yang mana kesuksesan adalah titik temu antara kesempatan dan kesiapan. Ada kalanya kita mempunyai waktu yang begitu besar sebelum kesempatan itu pergi, namun sering kali kesempatan itu hanya akan datang sekejap mata saja. Apabila anda terlalu banyak berpikir, hilanglah kesempatan itu. Hilanglah peluang anda untuk meraih kesuksesan.</div><div align="center"><br />Memang ada benarnya, kita harus mempertimbangkan dengan baik keputusan yang kita ambil agar tidak dibilang ”pengawuran”. Itu tidaklah salah, namun setiap dari kita dibekali intuisi sebagai seorang manusia yang bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah untuk diri kita sendiri. Asahlah intuisi itu sehingga kita dapat mengambil keputusan yang cepat dan tepat, juga asahlah rasa percaya diri anda untuk dapat mencegah hilangnya peluang yang anda miliki begitu saja. Ingat, menghindari pengambilan resiko berarti mengambil resiko yang terbesar. Jangan pernah takut mengambil resiko!</div><div align="center"><br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br />Ivan Arista<br /><a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />+628123100679</div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-34579737867026363102008-11-04T01:01:00.000-08:002008-11-04T01:14:05.371-08:00JANGAN GOSOK-GOSOK DI MEJA, AKU MAU TIDUR!<div align="center">Sebuah cerita yang terinspirasi pada suatu pagi, sesaat sebelum saya mulai satu hari magang saya.<br /><br /><strong>”Jangan gosok-gosok di meja, aku mau tidur!”. Apa maksud dari perkataan itu? Tidak bakal dimengerti apabila tidak dijelaskan, apakah hubungan menggosok meja dengan tidur? Begini ceritanya. Ada seorang teman saya yang sedang tidur di meja kerja. Apabila saya menggosok-gosok meja dengan barang tertentu, sebut saja mouse komputer atau botol minum, maka akan timbul suara-suara berisik yang menurut orang yang sedang tidur ini akan mengganggu tidurnya. Diapun kemudian mengucapkan kalimat tersebut di atas untuk menghentikan gesekan-gesekan itu agar dia dapat melanjutkan tidurnya dengan tenang.</strong> </div><div align="center"><br /> </div><div align="center">Yah, itulah ceritanya. Apa yang dapat kita petik dari cerita di atas? Saya tidak akan mengatakan teman saya itu egois karena tidak ingin tidurnya terganggu karena memang tidak ada larangan tidur di luar jam kerja. Saya tidak akan mengatakan teman saya sebagai keras kepala karena memang pada saat peristiwa itu terjadi, jam kerja belum dimulai. Saya tidak akan memiliki pemikiran yang negatif apapun, namun saya ingin kita dapat berpikir bersama, apa yang seharusnya menjadi kondisi yang lebih ideal dan dapat menghindarkan terjadinya konflik, meskipun saya menganggap konflik sebagai sesuatu yang membangun.</div><div align="center"><br />Cermati kalimat tersebut. Ada dua pelaku dan dua peristiwa yang sebenarnya tidak saling terkait. Ada orang yang tidur, ada orang yang menggosok-gosokkan barang tertentu di meja. Apa hubungan dua peristiwa itu? Tidak ada sebenarnya namun menjadi ada karena dua kegiatan dilakukan di tempat yang sama. Siapa yang salah di peristiwa itu? Siapa yang harus mengalah dan menghentikan kegiatannya? Siapa yang salah apabila salah satu pelaku menyalahkan pelaku yang lainnya?</div><div align="center"><br />Tidak ada larangan untuk tidur, tidak ada larangan untuk menggesekkan barang di meja. Keduanya sama-sama melakukan hal yang tidak melanggar apapun, dengan demikian dapat saya katakan bahwa keduanya tidak bersalah, bukan? Apabila tidak ada yang bersalah, apakah ada salah satu yang harus mengalah atau bahkan keduanya menghentikan kegiatannya? Juga tidak perlu menurut saya. Jika demikian, apabila ada seseorang pelaku yang menyalahkan pelaku yang lainnya, siapa yang salah? Bukankah orang yang menyalahkan orang lain yang tidak bersalah itu salah? Dengan demikian dapat saya katakan bahwa apabila ada seseorang yang menyalahkan yang lain, maka orang yang menyalahkan tersebutlah yang salah. Benar tidak?<br /></div><div align="center">Semua berawal pada kebebasan. Setiap orang berhak untuk melakukan apa yang dianggapnya benar, tidak melanggar peraturan, tidak melanggar hak asasi manusia, tidak melanggar adat istiadat yang berkembang di dalam kehidupan bermasyarakat, dan yang terpenting adalah tidak melanggar hati nurani dan nilai-nilai keagamaan yang dianutnya. Apabila ada seseorang yang terganggu karena merasa kebebasannya dilangkahi padahal orang yang dianggap menyalahi kebebasan tersebut tidak merasa melakukan hal-hal di luar batas kebenaran menurutnya, apa yang harus dilakukan? Mana yang lebih mudah untuk dilakukan, mengubah tingkat toleransi yang kita miliki atau mengubah nilai-nilai kebebasan yang kita anut? Buat saya, meningkatkan atau mengurangi rasa toleransi saya adalah jauh lebih mudah daripada saya harus mengubah nilai-nilai kebenaran yang saya anut. Bagaimana dengan anda?</div><div align="center"><br />Kita semua harus belajar untuk lebih meningkatkan toleransi kita kepada orang lain, kepada siapapun, dan menyadari bahwa kebenaran dan kebebasan tidak hanya ada untuk kita, namun juga untuk semua orang. Tidak perlu mengurusi kebebasan orang lain secara berlebihan karena hal itu akan membawa dampak negatif bagi kita sendiri. Rasa jengkel, pemikiran yang terlampau jauh, pemikiran negatif, dan hal-hal yang lain yang tidak perlu dipikirkan, setidaknya itu menurut saya, akan muncul apabila kita terlampau suka mencampuri kebebasan yang dimiliki orang lain itu.</div><div align="center"><br />Kembali ke contoh kasus di atas. Apabila kita berada pada salah satu posisi itu, akankah kita akan menegur teman kita yang lain, seperti ”Jangan gosok-gosok di meja, aku mau tidur!”? Jika saya, tidak akan, karena hal itu tidak ada gunanya. Jangan terlalu banyak bereaksi tentang kebebasan yang dilakukan oleh orang lain, baik dalam hal perbuatan maupun perkataan. Apabila ada perkataan atau perbuatan anda yang mendapat umpan balik berupa komentar dari orang lain, meskipun orang itu bukan merupakan lawan bicara anda, meskipun anda sangat membenci orang itu, meskipun orang itu yang memberikan komentar yang sangat pedas, meskipun orang itu memberikan komentar yang mana anda sama sekali tidak sependapat dengannya, apa hak anda untuk menyalahkannya? Sama sekali tidak ada, karena setiap orang bebas untuk berpendapat. Apabila kita marah atau menyalahkannya, bukankah kita yang salah? Pikirkanlah orang yang berbeda pendapat dengan anda itu juga mempunyai kebebasan berpendapat, atau dengan pemikiran lain yang lebih positif adalah bahwa anda juga mempunyai kebebasan berpendapat yang sama. Anda harus bersedia menerima komentar atau tanggapan apapun dari orang lain karena anda juga berhak untuk mengomentari setiap perkataan dan perbuatan orang lain kapanpun anda inginkan. Mengapa? Sekali lagi karena itu memang tidak bersalah!</div><div align="center"><br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br />Ivan Arista<br /><a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />+628123100679</div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-38115932885172045402008-09-18T23:40:00.000-07:002008-09-18T23:42:35.473-07:00Life Story-04: Buang sampah tidak hanya pada tempatnya, namun sesuaikan juga dengan jenisnya!<div align="center"><strong>Buang sampah tidak hanya pada tempatnya, namun sesuaikan juga dengan jenisnya!<br /></strong><br />Sebuah pengalaman berharga menurut saya yang secara tidak sengaja saya dapatkan ketika saya sedang berjalan-jalan bersama beberapa orang teman saya di sebuah mal di Jakarta…<br /><br />Alkisah, ada seseorang mempunyai karakter yang cukup kuat melekat pada dirinya. Orang-orang yang sehari-hari berada di dekatnya tidak mungkin tidak mengerti karakter yang ada pada diri orang tersebut. Cukup keras kepala, perfeksionis, setidaknya hal itulah yang muncul dari pengakuannya sendiri. Hal itu tercermin di dalam perilaku sehari-hari, suatu ketika pada saat ada seseorang yang berusaha untuk mengubah konsep berpikirnya, dengan jelas dia mengatakan, ”Jangan pernah mencoba untuk mengubah konsep berpikir dan keputusan yang telah saya buat, karena saya tidak akan melakukan hal tersebut”. Dari sana, saya berpikir mungkin idealisme yang ada pada diri orang tersebut adalah hal yang positif menurut dirinya sehingga layak untuk dipertahankan. Pandanglah dari segi positif, setidaknya dengan keteguhan hati yang dimilikinya, dia pasti memiliki tanggung jawab yang sesuai besarnya.<br />Suatu hari, di sebuah toko baju di dalam mal, ada model baju yang cukup menarik perhatian saya. Kaos standar kain katun warna hitam polos dan putih polos, merk tidak terkenal, dengan harga yang cukup mahal dibandingkan kaos sejenis, namun menjadi tidak mahal akibat ide kreatif designer baju yang mendeskripsikan karakter-karakter manusia. Agreeable, Extrovert, ..., ..., dan yang terakhir adalah Perfectionist. Hmmm... Cukup kebetulan menurut saya, namun dapat membantu eksplorasi karakter yang ada pada diri teman saya tersebut. Karena teman saya itu begitu yakin bahwa karakter yang melekat pada dirinya adalah suatu hal yang baik, baik menurut saya karena dia tidak berusaha menghilangkan namun malah menonjolkannya, maka saya mengajaknya untuk membeli kaos tersebut.<br />Di luar dugaan, ”Mana mau aku pake baju ada tulisan’e perfectionist?”. Itu adalah ucapan yang keluar darinya ketika saya mengajaknya untuk membeli bersama kaos tersebut. Lho...?!?!?! Sejenak dua hal yang bertentangan muncul di pikiran saya. Bukankah dia begitu bangga dengan karakternya? Ketika ada media yang tepat untuk itu, dia malah menganggapnya sebagai sesuatu yang negatif, malah mungkin sesuatu yang menurutnya memalukan. Positif Vs. Negatif? Mana yang benar? Meskipun itu bukan satu-satunya alasan untuk tidak mau membeli, di samping karena size yang menurutnya tidak sesuai, tetaplah itu menjadi suatu pertanyaan besar buat saya.<br />Beberapa saat sebelum kita melihat kaos tersebut, kami masuk ke dalam sebuah toko sepatu yang tulisannya sedang mengadakan sale. Saya masuk dan tertarik untuk melihat beberapa pasang sepatu pada display, setelah melihat-lihat beberapa barang, saya mengembalikannya ke rak display, namun tanpa disangka teman saya tersebut membalik-balik sepatu yang saya kembalikan tersebut. Saya bertanya-tanya kepada teman saya yang lain, mengapa? Ternyata jawabannya adalah karena sepatu-sepatu display yang lain dipajang menghadap ke kanan namun saya mengembalikannya tidak benar karena ada beberapa yang menjadi menghadap ke kiri. Apakah itu adalah sebuah kesalahan? Tidak menurut saya, tidak ada tulisan mengembalikan sepatu harus menghadap ke kanan atau sejenisnya, namun ternyata dia mengembalikannya menghadap ke kanan. Biarlah itu dilakukannya, mungkin dia sedang menumpuk kebaikan dengan membantu tugas si SPG atau mungkin dia ingin berlatih menjadi SPG? Dia sendiri yang tahu.<br />Beberapa hari berselang, di pabrik tempat saya magang bersama dengannya, ada rekan sekerja saya yang ”salah” membuang sampah. Sudah pada tempatnya namun tidak sesuai dengan golongan sampah yang seharusnya, sampah plastik dimasukkan ke dalam tong sampah non plastik berwarna kuning. Saya juga tidak tahu apakah itu adalah sebuah kesalahan, menurut saya hal itu bukanlah suatu masalah karena tidak ada tulisan di tong sampah itu dan saya rasa hampir semua orang salah membuang sampah ke sana baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Diapun menegur teman saya yang menurutnya salah membuang sampah itu, ”Kamu salah tempat sampah, itu tempat sampah bukan plastik.”. Saya teringat kejadian di toko sepatu dan menyeletuk, ”Kalau kamu merasa itu adalah sebuah kesalahan, pungut saja dan buang ke tempat yang menurutmu benar”. Saya berpatokan pada peristiwa di toko sepatu tentang tindakan langsung yang dilakukannya ketika dia menjumpai sebuah kesalahan, namun setelah ditunggu-tunggu ternyata peristiwa pungut sampah itu tidak terjadi. Sayapun kecewa. Mengapa? Mungkinkah dia sedang tidak ingin menumpuk kebaikan dengan membantu tugas si petugas kebersihan atau mungkin dia tidak ingin berlatih menjadi petugas kebersihan? Dia sendiri yang tahu, namun sekali lagi itu menjadi dua hal yang bertentangan.<br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br />Ivan Arista<br /><a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a>+628123100679</div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-86405137611867800962008-07-13T22:28:00.000-07:002008-07-13T22:36:11.256-07:00AWAS! JANGAN TEKAN TOMBOL BAWAH!!!AWAS! JANGAN TEKAN TOMBOL BAWAH!!!<br /><br />Pernahkah anda membaca kalimat itu? Mungkin sebagian dari kita sudah mengetahuinya, kalimat tersebut merupakan penggalan dari SMS lucu yang mana apabila kita meneruskan menekan tombol bawah, akan muncul gambar-gambar lucu, seperti monyet atau babi yang digambarkan oleh si pengirim sebagai muka asli kita. Hehehe... Lucu? Jayus? Sudah biasa? Terserah anda karena saya tidak sedang ingin membahas SMS lucu, namun saya ingin bertanya kepada anda, apa yang kita lakukan apabila kita menerima sebuah kalimat yang berisikan larangan?<br />Saya yakin bahwa hampir pasti anda akan terus menekan tombol ke bawah karena anda penasaran mengetahui apa kelanjutannya. Mengapa anda tidak boleh melihatnya? Itu yang mungkin menjadi motivasi anda atau sekedar rasa ingin tahu. Satu hal yang bisa dijadikan kesimpulan, semakin anda dilarang untuk melakukan sesuatu, semakin anda terpanggil untuk melakukannya. Hal tersebut merupakan sifat dasar manusia sebagai makhluk yang bebas, kreatif, mempunyai kehendak masing-masing, sehingga mereka tidak menyukai adanya aturan-aturan yang membatasi, yang mengekang, dan melarang mereka melakukan segala sesuatu. Manusia akan lebih memilih untuk melanggar peraturan dan berkata, ”Asal tidak ketahuan, kan tidak masalah.” daripada menuruti larangan tersebut meskipun sudah tahu alasannya, apalagi jika tidak tahu alasannya.<br />Saat anda melewati kursi dengan tulisan ”Jangan disentuh, cat masih basah”. Apakah yang anda lakukan? Berapa persen dari kita yang melewatinya begitu saja? Berapa persen dari kita yang iseng untuk sekedar menyentuhnya untuk memastikan bahwa cat di kursi itu masih benar-benar basah? Saya sangat yakin lebih banyak dari kita yang akan melakukan pilihan kedua ini. Manusia akan puas ketika menemukan kesalahan orang lain. Orang yang menyentuh kursi itu akan berkata, ”Tulisan itu salah, saya sudah membuktikan dengan menyentuhnya bahwa cat itu sudah kering”, apabila dia menemui bahwa cat itu sudah kering. Apabila ternyata memang cat itu masih basah, ya sudahlah. Anggap semuanya tidak pernah terjadi. Toh, tidak ada yang mengetahui jika kita telah menyentuh kursi itu. Toh, kita juga tidak mendapatkan kerugian apa-apa. Kondisi ini adalah contoh lain yang membuktikan bahwa pada dasarnya sifat manusia adalah bebas dan membenci peraturan.<br />Nah, saya yakin sebagian dari anda sudah mengetahui hal itu, namun mengapa di kehidupan kita masih terdapat begitu banyak peraturan? Mengapa kita suka membuat peraturan-peraturan baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain? Orang yang suka membuat peraturan akan berkata bahwa peraturan diciptakan untuk membuat segala sesuatu lebih teratur. Dengan peraturan, tidak akan terjadi tindak kejahatan, pencurian, pembunuhan, dan lain sebagainya. Yah, memang benar. Saya setuju dengan diberlakukannya peraturan yang melindungi hak-hak asasi manusia seperti itu, namun apabila peraturan itu dibuat seperti jangan mencontek waktu ujian, jangan terlambat masuk kuliah, jangan parkir mobil dengan kepala menghadap ke depan, jangan menduduki kursi ini karena cat masih basah, dan lain sebagainya, saya pribadi tidak akan menyukainya. Mengapa? Karena semakin banyak peraturan, semakin banyak orang yang melanggarnya. Lantas bagaimana? Tidak perlu peraturan? Tidak juga!<br />Sempat suatu hari saya berbincang-bincang dengan teman saya yang berkuliah di Fontys, Belanda. Dia berkunjung ke Filipina untuk keperluan penelitian studinya. Salah satu topik paling menarik menurut saya yang saya ingat sampai sekarang adalah bagaimana dia mengatakan pemerintah negara-negara di Asia adalah bodoh, terutama pemerintah di Filipina. Saya yakin dia akan menganggap pemerintah Indonesia lebih bodoh lagi karena menerapkan lebih banyak peraturan daripada pemerintah di Filipina. Dia berkata, ”Mengapa prostitusi dilarang? Mungkinkah pemerintah mengekang hal tersebut?”, ”Mengapa ujian dilarang mencontek? Seberapa mampu pengawas ujian mengawasi mahasiswanya?”, dan ”Mengapa konsumsi narkotika dilarang? Berapa banyak kasus yang lolos dari pengawasan pemerintah?”. Dengan polosnya saya bertanya, ”Lantas bagaimana?”. Diapun menjawab, ”Untuk masalah prostitusi, pemerintah Belanda tidak melarangnya namun memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai bahaya HIV dan AIDS serta mengajarkan bagaimana melakukan hubungan seksual yang aman.”, ”Untuk masalah mencontek waktu ujian, penyusun kurikulum pendidikan selalu menganjurkan untuk membuat ujian yang bersifat terbuka, sehingga tidak memungkinkan mahasiswa untuk menjiplak persis jawaban temannya”, dan ”Untuk masalah narkotika, pemerintah Belanda memberikan alternatif tempat di mana saja barang-barang itu boleh dikonsumsi, seperti di pub, klub malam, diskotik, dan lain sebagainya namun dengan batasan jumlah tertentu.”. Ditambahkannya, ”Hal ini masih banyak terjadi di hal-hal yang lain”.<br />Saya sangat kagum dengan pola pikir yang dimilikinya, yang dimiliki pemerintah Belanda, dan warga-warganya. Mengapa membuat peraturan kalau sudah pasti tidak mampu melaksanakannya dan masih banyak yang melanggar? Milikilah pola pikir terbalik, cari dampak dari mengapa larangan tersebut dibuat, buat bagaimana kita dapat menghindari dampak negatifnya tanpa membuat larangan. Itu menurut saya lebih baik. Sebagai contoh adalah larangan terlambat masuk kerja atau kuliah, mengapa larangan tersebut dibuat? Dampaknya akan semakin negatif apabila mahasiswa atau karyawan melihat dosen atau atasan yang terlambat. Untuk kehidupan kampus, dosen dapat membuat bagaimana mahasiswa bisa merasa sayang untuk melewatkan awal-awal pertemuan dan untuk kehidupan kerja, buat bagaimana rekan-rekan sekerja membuat orang yang terlambat menjadi tidak nyaman. Kesadaran dan keinginan pribadi untuk tidak terlambat akan lebih berpengaruh daripada paksaan dari peraturan yang tidak tahu mengapa dibuatnya.<br />Bagaimana cara menumbuhkan kesadaran pribadi tanpa melalui pembuatan larangan? Ambil contoh untuk kegiatan kemahasiswaan di kampus, bagaimana membuat seorang anggota kepanitiaan rutin mengikuti rapat tanpa membuat peraturan atau ancaman? Banyak alternatif yang dapat dilakukan, misalkan dengan mencuekkan anggota yang tidak datang terlambat, tidak memberitahu hasil rapat kepada anggota yang tidak datang, membuat rapat menjadi sesuatu yang berguna dan menarik sehingga anggota menjadi sayang untuk melewatkan rapat, dan lain sebagainya. Dengan demikian, selain tanpa perlu membuat peraturan-peraturan yang mana akan dilanggar oleh mayoritas, kita juga dapat melatih kreativitas kita, bukan? Jadi, masihkah anda ingin membuat peraturan-peraturan lagi?<br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br />O, ya. Apabila anda ingin berbincang-bincang langsung dengan mahasiswa Belanda yang saya ceritakan di atas, silahkan kirimkan email ke saya, saya akan memberikan emailnya.<br /><br />Ivan Arista<br />Email/ FS : <a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com">ivan_arista@hotmail.com</a><br /><a href="http://ivanarista.blogspot.com/">http://ivanarista.blogspot.com</a><br /><a href="http://www.friendster.com/ivanarista">www.friendster.com/ivanarista</a>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-11734835275790019912008-06-22T06:27:00.000-07:002008-06-22T06:29:40.436-07:005.10 atau 5.25 ?5.10 atau 5.25?<br /><br />Suatu hari, setelah saya selesai bekerja, saya masuk ke kendaraan antar jemput untuk pulang ke apartemen. Sayapun melihat ke jam tangan teman yang berada di samping kanan saya, ternyata waktu yang ditunjukkan dari jam tangannya terbaca pukul 5.25. Saya mendadak heran, apakah saya berjalan sedemikian lama dari kantor tempat saya bekerja ke tempat parkir mobil itu? Saya keluar dari kantor tepat pukul 5.00 dan sekarang sudah pukul 5.25? Tidak mungkin. Sayapun melihat jam tangan saya, ternyata masih pukul 5.10. Lho, mana yang benar?<br /><br />Saya yakin semua sudah tau jawabannya, teman saya mempercepat jam tangannya. Sayapun berpikir, bukankah itu tindakan menipu diri sendiri? Ternyata tidak, teman saya menganggap hal itu bukan kegiatan menipu diri sendiri namun sebaliknya, hal itu malah bermanfaat positif untuk dirinya. Dia menjelaskan bahwa hal itu bisa membuatnya tidak terlambat di pagi hari dan membuatnya tepat waktu di saat-saat yang diperlukan. Bagaimana bisa? Diapun menjelaskan, dengan melihat waktu yang lebih cepat, seakan-akan waktu telah berlalu sehingga harus sesegera mungkin melanjutkan aktivitas ke kegiatan yang berikutnya.<br /><br />Selain itu, teman saya juga menjelaskan bahwa hal ini tidak perlu diperdebatkan karena merupakan haknya sendiri. Jam tangan adalah jam tangan miliknya pribadi sehingga dia bebas untuk mengaturnya sebagaimanapun dia suka. Untuk alasan kali ini, saya setuju, karena itu memang merupakan kebebasan setiap kita untuk mengelola apa yang kita punya, namun lebih jauh saya berpikir, apabila si pemilik bebas mengatur sesuai dengan kehendaknya, maka orang-orang yang melihat hasil karya tersebut juga bebas untuk berpikir dan memberikan tanggapan, bukan? Sama-sama tidak ada peraturan yang melarang.<br /><br />Kembali ke permasalahan pertama, saya berpendapat apabila saya melakukannya, bagaimana mungkin saya dapat mempercepat kegiatan saya apabila saya jelas-jelas tahu bahwa jam tersebut menunjukkan waktu yang terlampau cepat, karena saya sendiri yang mempercepatnya. Apabila teman saya ini bisa merasa termotivasi dengan jam tangan yang dipercepat ini, bukankan berarti dia termotivasi dengan hal-hal yang sifatnya tidak benar alias tipuan? Yah, dengan demikian dapat dikatakan bahwa orang yang demikian dapat termotivasi apabila ditipu oleh orang lain. Benar tidak?<br /><br />Saya tidak mengatakan lebih jauh apakah mempercepat jam, baik jam tangan, jam dinding, jam weker, jam handphone, dan jam-jam apapun lainnya adalah salah, namun saya tidak pernah menganggapnya benar. Saya mengetahui bahwa banyak orang melakukan hal yang serupa. Satu hal yang saya bayangkan pada mereka semua adalah bahwa mereka-mereka ini adalah orang yang suka menipu diri sendiri sehingga bersyukur sampai dengan saat ini, saya belum pernah melakukannya.<br /><br />Menipu diri sendiri? Ya! Bukankah mempercepat jam itu berarti menipu diri sendiri? Saya seringkali merasa heran, banyak orang pada umumnya merasa marah, jengkel, dan benci apabila mereka menemui ternyata mereka ditipu oleh orang lain. Mereka menganggap rendah orang yang suka menipu, menganggapnya sebagai orang yang tidak dapat dipercaya, pengkhianat, dan lain sebagainya, namun kenyataannya ada juga orang yang melakukannya untuk memotivasi diri sendiri.<br /><br />Pada orang-orang seperti yang saya ceritakan di atas, mereka justru menipu dirinya sendiri padahal, idealnya, setiap orang akan paling menyayangi dirinya sendiri dibandingkan dengan siapapun. Apabila orang-orang itu suka menipu dirinya sendiri, bukankah berarti mereka juga mengijinkan atau bahkan mengundang orang lain untuk menipu dirinya? Bukankah dengan tipuan-tipuan yang lebih banyak, yang diberikan oleh dirinya sendiri maupun oleh orang lain, akan lebih memotivasi dirinya sendiri menuju ke arah yang lebih baik?<br /><br />Teman-temanku, bentuk penipuan terhadap diri kita sendiri tidak hanya terbatas pada mempercepat jam tangan saja. Banyak contoh-contoh sederhana yang sering kali terjadi di kehidupan kita, seperti membuat perkecualian-perkecualian atau batasan-batasan di dalam diri kita sendiri yang justru akan menyusahkan diri sendiri dan melebihi kapasitas yang kita miliki, mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dipikirkan atau diketahui demikian juga sebaliknya, mengerjakan sesuatu meskipun sudah mengetahui hal tersebut tidak sesuai dengan keinginan atau prinsip kebenaran yang kita yakini, dan lain sebagainya. Yah, saya sendiri juga sering melakukan hal-hal serupa di dalam kehidupan saya. Tidak mungkin untuk dihilangkan 100% karena berbagai alasan, seperti malas, sungkan, dan lain sebagainya, namun saya juga berusaha untuk menyadari bahwa jika orang lain berkata tidak benar kepada saya, saya juga melakukannya kepada diri saya sendiri. Maklum saja, lah...<br /><br />Semuanya kembali kepada kita masing-masing. Sama seperti konsep terkenal, lakukanlah apa yang ingin orang lain lakukan terhadapmu. Berbuat baiklah kepada siapapun jika kita ingin orang lain berbuat baik kepada kita, sama halnya dengan bohongilah siapapun, termasuk diri kita sendiri, apabila kita ingin dibohongi orang lain. Apabila kita yang seharusnya paling mencintai diri kita sendiri saja sampai menipu diri sendiri, mengapa orang lain tidak boleh menipu kita?<br />Akhir kata, semua orang tidak sempurna, pasti setiap dari kita akan melakukan kesalahan, atau dengan kata lain, ”Saya tidak mau dikritik oleh orang yang saya rasa tidak lebih benar dari saya!”. Sebuah ungkapan paling bodoh untuk siapa yang tidak bersedia mengakui besarnya kesalahan yang ada pada dirinya sendiri, pengecut. Tidak sependapat? Saya menunggu segala jenis tanggapan, saran, maupun kritik di email saya.<br /><br /><strong>Ivan Arista<br /></strong>Email/ FS : <a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />MSN : <a href="mailto:ivan_arista@hotmail.com">ivan_arista@hotmail.com</a><br /><a href="http://ivanarista.blogspot.com/">http://ivanarista.blogspot.com</a> (Indonesia/ English)<br /><a href="http://guantongyi.blogspot.com/">http://guantongyi.blogspot.com</a> (Chinese)<br /><a href="http://www.friendster.com/ivanarista">www.friendster.com/ivanarista</a>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4771151807370697213.post-68178017565691825102008-06-06T09:54:00.000-07:002008-06-06T09:58:14.056-07:00Jika kau diinjak kakimu...<div align="justify">Jika kau di-(Bukan: Ter)-injak kakimu, …<br /><br />... dan kau mematahkan kakinya, siapa yang bersalah?<br /><br />Pertanyaan ini sering muncul di dalam kehidupan saya, mungkin kita semua dalam versi lain yang tidak kita sadari. Menurut saya, hal ini berkaitan dengan konsep keadilan yang ada di dalam masing-masing individu. Sering kali orang berpendapat bahwa tidak peduli, yang pertama-tama cari gara-gara pastilah salah. Apakah pemikiran itu selalu benar? Saya merasa tidak sama sekali, bahkan orang-orang dengan prinsip ”yang memulai” atau ”yang cari gara-gara” selalu salah adalah orang yang tidak bernalar sehat!</div><div align="justify"><br />Bagaimana mungkin dapat dikatakan jika demikian maka pastilah demikian? Tidak ada sesuatu yang pasti di dunia ini, demikian pula dengan pola pikir ini. Kita harus bersikap kontekstual dengan mempertimbangkan setiap kondisi dengan akal sehat yang kita miliki, bukan dengan emosi atau terlebih kacamata kuda yang membuat mata kita buta dari perspektif-perspektif lain yang disampaikan orang lain kepada diri kita. Efek dari kacamata kuda yang kita kenakan itulah yang pada akhirnya dapat membawa kita masing-masing ke dalam kesalahan pola pikir dan mengungkung kita di dalam segala keterbatasan tanpa melihat segala masalah dari sisi yang lebih luas.</div><div align="justify"><br />Ada empat kemungkinan jawaban dari pertanyaan di atas, yaitu si penginjak yang bersalah, si pematah yang bersalah, keduanya bersalah, atau keduanya bersalah. Apakah jawaban anda? Jika anda mengatakan ”Pasti, disertai salah satu pilihan jawaban”, maka anda telah terjebak di dalam pemikiran sempit! Bagaimana anda bisa mengatakan pasti apabila anda tidak mengetahui kondisinya. Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Mengapa si penginjak menginjak kaki terinjak? Mungkin saja si penginjak tersebut iseng atau mungkin juga si penginjak telah ditampar sebelumnya oleh si terinjak. Demikian pula sebaliknya, mengapa si pematah mematahkan kaki si penginjak? Banyak kemungkinan penyebab. Jadi, masihkah anda merasa jawaban ”Pasti” adalah jawaban yang masuk akal?Jangan pernah terpatok secara kaku pada suatu masalah. Lihatlah secara kontekstual karena kondisi setiap masalah adalah berbeda dan tidak dapat disamaratakan sesuai dengan konsep dan persepsi tentang kebenaran yang anda miliki. Seringkali pula emosilah yang membutakan anda dan membuat kita mengambil keputusan yang bakal kita sadari sebagai keputusan yang tidak bisa dinalar sehat apabila kita memikirkannya dengan kepala dingin. Jangan pernah tergesa-gesa mengambil keputusan, semakin banyak yang ketahui akan semakin baik, dan yang terpenting... Tetap tenang!</div><div align="justify"></div><div align="justify">Ivan Arista<br /><a href="mailto:ivan_arista@yahoo.com">ivan_arista@yahoo.com</a><br />+628123100679</div>Ivan Arista - 關統議http://www.blogger.com/profile/09522712738930172848noreply@blogger.com1